PENUNJUKAN UTSMAN BIN AFFAN SEBAGAI KHALIFAH




Nasab Utsman bin Affan


Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwa’i bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin Adnan.

Abu Amr, Abu Abdullah al-Quraisy, al-Umawi Amirul mukminin Dzun Nurain yang telah berhijrah dua kali dan suami dari dua orang putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam . Ibu beliau bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Hubaib bin Abdusy Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim Bidha’ binti Abdul Muththalib paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam.

Penunjukan sebagai Khalifah

Penunjukan Utsman bin Affan sebagai pengganti khalifah tidak terjadi di masa Umar. Namun Umar Ra. dan tidak juga meninggalkan umat tanpa arahan, maupun petunjuk mengenai siapa yang menjadi khalifah setelahnya. Melaui wasiat yang ia sampaikan menjelang ajalnya, Umar telah menghadirkan satu wacana baru dalam pemilihan seorang khalifah yang belum pernah didapati di masa Abu Bakar, apalagi di masa Rasulullah Saw.

Di masa rasulullah beliau sama sekali tidak menunjuk ataupun menyinggung akan kepemimpinan umat Islam. namun, berkat taufiq dan rahmat Allah umat Islam bisa tetap bersatu memilih Abu Bakar sebagai khalifah.

Di masa Abu Bakar, saat beliau merasakan dekatnya kematian dalam sakitnya. Beliau mengajukan penggantinya yaitu Umar keada para penasehat dan para shahabat besar. Dan setelah mendapat dukungan dari keseluruhan pihak beliau pun mengumumkan Umar sebagai penggantinya.Lalu bagaimanakah metode Umar dalam pemillihan Khalifah ini? Dalam makalah kali ini penulis akan membahas proses terpilihnya Utsman bin Affan 
Ra.sebagai khalifah ke III. Bagaimanakah wasiat Umar Al-Faruq dalam mengajukan penggantinya? Di sini penulis juga akan menguraikan kerja keras Abdurrahman bin Auf dalam mengeksekusi wasiat sang khalifah. Dan tak lupa penulis hadirkan tuduhan-tuduhan palsu kaum syiah beserta bantahannya dalam peristiwa ini.

Pembahasan

Ditikamnya Khalifah Umar telah mengejutkan kaum muslimin. Khalifah yang merupakan puncak kepemimpinan umat Islam terancam jiwanya. umat Islam pun terancam kehilangan komando. Kekacauan dan perselisihan mengancam persatuan umat. Musuh-musuh pun siap mengarahkan serangan, jika sang komandan meninggalkan pasukan tanpa arahan.

Namun, sang khalifah pun tak kehilangan akal. Meski perut telah robek bersimpah darah akibat tikaman berulang dari belati beracun Abu Lu’lu’ah, beliau tetap memikirkan keadaan umat Islam. Al-Faruq yang tengah menghadapi ajal, masih sempat mewasiatkan perintahnya demi menjaga keutuhan umat.

1. Fikih Umar dalam Pemillihan Khalifah.

Wasiat Umar dalam masa kritisnya menjadi acuan umat Islam dalam pemilihan khalifah berikutnya. Dalam wasiat tersebut Umar Ra. telah menetapkan berbagai poin yang sangat lengkap dalam proses pemilihan seorang khalifah. Dr. Ali Muhammad Shalaby bahkan menyebut wasiat Umar dalam pemilihan Khalifah ini sebagai ‘Fikih Umary’. Adapun poin poin wasiat Umar dalam metode pemilihan khalifah sepeninggal beliau adalah sebagai berikut :

1.  Jumlah Dewan Syura
Umar Ra. menetapkan perkara pengangkatan khalifah di bawah Dewan Syura yang beranggotakan enam orang sahabat terbaik yang akan memilih khalifah diantara mereka. Keenam sahabat ini adalah: Utsman bin Affan Ra., Ali bin Abi Thalib ra., Thalhah bin ‘Ubaidillah Ra., Az-Zubair bin Awwam Ra., Saad bin Abi Waqqash Ra., dan Abdurrahman bin Auf Ra.. Keenam orang ini termasuk ke dalam 10 orang yang akanlangsung masuk surga. Sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi Saw.

عن عبد الرحمن بن عوف أن النبي صلى الله عليه وسلم قالأبو بكر في الجنةوعمر في الجنةوعثمان فيالجنةوعلي في الجنةوطلحة في الجنةوالزبير في الجنةوعبد الرحمن بن عوف في الجنةوسعد بن أبيوقاص في الجنةوسعيد بن زيد في الجنةوأبو عبيدة بن الجراح في الجنةرواه الترمذي وصححه الألباني.1

وفي رواية عن أبي داود وغيره عن سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ: أشْهَدُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي سَمِعْتُهُ وَهُوَ يَقُولُ: عَشْرَةٌ فِي الْجَنَّةِ: النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ، وَأَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ، وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ، وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ، وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ، وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ، وَالزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ فِي الْجَنَّةِ، وَسَعْدُ بْنُ مَالِكٍ فِي الْجَنَّةِ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِي الْجَنَّةِ، وَلَوْ شِئْتُ لَسَمَّيْتُ الْعَاشِرَ, قَالَ: فَقَالُوا: مَنْ هُوَ؟ فَسَكَتَ, قَالَ: فَقَالُوا: مَنْ هُوَ؟ فَقَالَ: هُوَ سَعِيدُ بْنُ زَيْدٍ.صححه الألباني.

Umar Ra. Tidak memasukkan Said bin Zaid bin Amr bin Nufail Ra. meski termasuk dalam 10 orang yang langsung masuk surga. Hal ini karena Said berasal dari kabilahnya yaitu Bani Adiy dan Umar memang terkenal selalu berupaya menjauhkan kerabatnya dari perkara imarah.

2.  Cara Pemilihan Khalifah
Umar memerintahkan mereka berenam untuk bermusyawarah di salah satu rumah dan menentukan khalifah. Beliau menjadikan putranya Abdullah bin Umar Ra. sebagai penasihat dalam musyawaarah namun tidak berhak untuk dipilih.

Dalam jeda waktu musyawarah ini sampai dibaiatnya khalifah yang baru, Umar Ra. menunjuk Shuhaib Ar-Rumy sebagai Imam shalat sementara yang akan memimpin shalat berjamaah. Bahkan Shuhaib lah yang menjadi imam ketika menshalatkan jenazah Umar Ra.

Umar Ra. juga menunjuk Miqdad bin Aswad dan Abu Thalhah al-Anshary untuk menjaga dan mengawasi jalannya pemilihan khalifah ini.

3.  Jangka Waktu Pemilihan dan Musyaawrah.
Al-Faruq membatasi jangka waktu musyawarah keenam calon khalifah atau Dewan Syura selama 3 hari. Ini meruapakan waktu yang dipandang cukup untuk menentukan khalifah, karena perselisihan akan semakin meluas dan membesar jika jangka waktu ini semakin lama. Maka dari itu Umar Ra. mengatakan: “Tidak datang hari keempat kecuali kalian harus sudah mempunyai pemimpin.”

4.  Jumlah Suara Minimal dalam Penentuan Khalifah.
Umar mengatakan kepada Shuhaib: “Shalatkah (imamilah) dengan umat manusia selama 3 hari dan isolasilah mereka berenam di dalam satu rumah. Jika mereka telah bersepakat pada satu orang, maka siapa pun yang menentangnya maka penggallah kepalanya."

Di sini Umar Ra. memerintahkan untuk membunuh siapa yang hendak menentang Dewan Syura dan memecah belah umat Islam. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.


Adapun riwayat mengenai perintah Umar apabila 5 orang telah sepakat dan 1 orang menolak untuk memenggal 1 orang ini, dan apabila 4 orang telah sepakat pada 1 orang dan 2 orang meolak maka untuk memenggal 2 orang ini, riwayat ini datang dari jalur yang tidak shohih sanadnya dan bertentangan dengan nash yang shohih sebagaimana diketahui dalam sirah sahabat.

5.  Mengatasi Perselisihan yang Muncul dalam Musyawarah.
Umar Ra telah mengntisipasi jika terjadi kebuntuan atau deadlock dalam musyawarah ini. Beliaupun memasukkan Abdullah bin Umar Ra. sebagai anggota Dewan Syura namun bukan menjadi calon khalifah. Ia bertugas menengahi apabila terjadi perselisihan, dimana Umar telah berwasiat jika 3 orang telah memilih satu orang dan 3 orang lainnya juga telah memilih satu orang, maka Abdullah yang akan memutuskan siapa diantara 2 kelompok ini yang berhak dipilih. Dan jika mereka masih belum rela, maka hendaklah mengikuti pendapat Abdurrahman bin Auf.
6. Pembentukan Pasukan untuk Mengamankan Pemilihan dan Mencegah Terjadinya Keributan.
Umar meminta Abu Thalhah Al-Anshary seraya berkata padanya: “Wahai Abu Thalhah, sesungguhnya Allah SWT telah memuliakan Islam denganmu, maka pilih 50 orang dari kaum Anshar kemudian desaklah mereka hingga memilih seoarng diantara mereka.”

Beliau juga berkata kepada Miqdad: “Tatkala engkau telah memasukkanku ke liang lahat, maka kumpulkanlah mereka dalam satu rumah hingga mereka memilih salah seorang diantara mereka.”
7.  Bolehnya mengangkat pemimpin bukan dari orang yang paling utama.
Diantara faedah kisah syura ini adalah bolehnya memilih orang yang tidak lebih utama. Faedah Ini bisa diambil dari penunjukkan Umar kepada 6 orang sahabat sebagai calon formatur kalifah dimana mereka tidak semua sama, namun satu sama berbeda tingkat keutamaannya.

Dan ini juga bisa diambil dari perjalanan kepemimpinan Umar bin khattab Ra. dimana dalam memilih pimppinan wilayah, beliau tidak hanya mempertimbangkan keutamaan agamanya, namun juga kelebihan mereka dalam urusan politik selama tidak menyelisihi syariat.
8.  Pengabungan Metode Umar Ra. antara Penunjukan Khallifah dan Tidak-nya.
Umar Ra. menggabungkan antara penunjukkan khalifah sebagaimana dilakukan oleh Abu bakar saat hendak meniggal dengan tidak memilih pengganti sebagaimana Rasulullah yang meniggal tanpa menunjuk siapa penggantinya nanti. Maka disini Umar menetapkan 6 orang calon untuk bermusyawarah menentukan khalifah pengganti beliau.
9.  Musyawarah bukan hanya untuk enam orang.
Penetapan jangka waktu 3 hari oleh Umar mengindikasikan bahwasanya musyawarah tidak hanya sebatas untuk 6 orang tadi saja. Namun juga dengan mempertimbangkan pendapat para sahabat dan manyarakat madinah. Dalam jangka waktu 3 hari, Umar memberikan waktu yang cukup bagi umat agar tidak terburu-buru dan juga tidak terlalu mengulur waktu. 3 hari mampu memberikan kesempatan untuk mendengarkan pendapat, diskusi dari para sahabat besar mengenai pemilihan khalifah.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa kota Madinah yang merupakan pusat kekhalifahan Islam masih dipenuhi oleh para sahabat nabi hingga tahun ke 33 H. selain itu pula, Umar juga melarang para sahabat untuk hijrah dan mengajak para sahabat tetap tinggal di Madinah untuk membantu beliau.
10.  Dewan Syuro Merupakan Lembaga Tertinggi dalam Perpolitikan
Umar bin khattab telah menyerahkan sepenuhnya perkara pemilihan khalifah kepada dewan Syura yang telah ia bentuk. Dan perlu untuk menjadi catatan bahwasannya tidak ada seorangpun dari anggota dewan syura ini yang menolak ataupun mengkritisi pembentukan dan penyerahan tugas ini, sebagaimana fakta sejarah yang telah kita dapati bersama. Selain dari itu, kita tidaklah dapati adanya saran lain dalam perkara pemilihan khalifah ganti Umar Ra. Atau pun pihak yang menolak keputusan Umar ini, baik ketika masa-masa terakhir beliau, ataupun ketika beliau telah meninggal dan dimakamkan. Seluruh sahabat –yang merupakan orang-orang yang paling paham akan hukum dan syariat– sepakat dalam pelaksanaan keputusan Umar (baca: fikih Umar) ini tanpa ada gejolak ataupun protes.

Dewan Syura ini merupakan satu bentuk lembaga baru dalam pemerintahan Islam yang dimunculkan oleh kecerdasan Umar bin Khattab Ra. Dengan tetap berpegang kepada dasar-dasar syariat yang telah Islam tetapkan, Umar membentuk satu lembaga yang berdasarkan kepada syura. Meski begitu beliau tetap sadar bahwa hasilnya akan tetap berdasarkan baiat umat Islam kepada dia yang terpilih.

Demikianlah salah satu bentuk kepiawaian Umar yang telah dicatatkan dalam sejarah Islam. Kecerdikan Umar ini bahkan telah muncul semenjak pada masa kenabian. Semenjak pertama kali ia masuk Islam ia mengajak dan menguatkan hati sang Rasul untuk teranng-terangan dalam berdakwah. Pada masa kenabian pun, bisa kita saksikan betapa banyak ayat yang turun menjadi pembenar atas pendapat Umar Ra. Hingga akhir hayatnya yang tentu merupakan masa tersulit setelah ditikam pisau beracum Abu Lu’lu’ah, beliau tetap memunculkan kepiawaian dan kecerdasannya. Belaiu menciptakan lembaga syura dalam penentuan khalifah, yang belum pernah dilakukan pendahullunya. Dan tidak diragukan lagi, syura merupakan dasar yang telah ditetapkan oleh al-Quran, Sunnah, yang Rasul Saw pun melakukannya begitu pula Abu bakar, dan Umar pada masanya. Namun yang dilakukan Umar dengan penetapan metode pemilihan, pembatasan jumlah, dan lain sebagainya, ini belumlah pernah dilakukan oleh pendahulunya. Dan benarlah, metode yang diciptakannya ini terbukti sesuai dengan situasi dan kondisi para sahabat kala itu.


(2) Manhaj Abdurrahman bin Auf dalam Syura.

Dalam pelaksanaan fikih Umar diatas, abdurrahman bin Auf bisa dibilang merupakan tokoh yang palingpenting di sini. Dia benar-benar berupaya sekuat tenaga demi melaksanakan wasiat tersebut. Batas waktu tiga hari yang diberikan menjadi pendorong baginya untuk sesegera mungkin menyatukan suara umat Islam kepada satu pemimpin demi menjaga keselamatan dan kesatuan umat.

Abdurrahman bin Auf telah menempuh langkah-langkah dalam menjalankan wasiat Umar. Berikut ini adalah langkah yang beliau tempuh :
  1. Berkumpulnya Dewan Syura untuk Musyawarah. Belumlah para peziarah bubar dari pemakaman Umar, melainkan para anggota lembaga tertinggi ini segera berkumpul memusyawarahkan perkara terpenting dalam umat Islam. Mereka berkumpul di rumah Ibunda ‘Aisyah Ra. Ada pendapat lain bahwa mereka berkumpull di rumah Fatimah binti Qais al-Fahriyah, saudari Dhahak bin Qais.
  2. Abdurrahman Mengisyaratkan untuk Pegunduran Diri. Tatkala Dewan Syura ini telah berkumpul, Abdurrahman bin Auf berkata kepada mereka: “jadikanlah perkara ini menjadi tiga orang dari kalian.” Zubair menjawab: “Aku jadikan urusanku kepada Ali.” Thalhah merespon; “Aku jadikan urusanku kepada Utsman.” Saad berkata: “Aku jadikan urusanku kepada Abdurrahman bin Auf.” Dengan ini, berkuranglah calon khalifah menjadi hanya 3 orang, saat itu Abdurrahman segera mengatakan: “Siapapun dari kalian berdua yang berlepas dari perkara ini, maka akan kami jadikan perkara ini (khalifah) kepadanya. Allah atas dirinya dan Islam pasti akan melihat sesiapa yang terbaik didalamnya.” Maka keduanya pun terdiam. Abdurrahman kembali mengambil inisiatif dan berkata: “Apakah kalian menjadikan perkara ini (penentuan khalifah) kepadaku, demi Allah atasku sampai aku memutuskan yang lebih utama dalam hal ini dari kalian berdua.” Keduanya pun menjawab: “Ya”.
  3. Pemberian Kuasa Abdurrahman bin Auf dalam Pelaksanan Syura. Abdurrahman pun mulai berdiskusi dengan para pembesar sahabat, dan umat Islam, segera setelah selesai dari rapat dengan Dewan Syura. Ini terjadi pada hari Ahad pagi dan terus beliau lakukan sampai tiga hari berturut-turut sampai fajar hari rabu yang merupakan hari berakhirnya masa pemilihan yang ditetapkan Umar. Abdurrahman mulai dari Ali dan berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Jika aku tidak membaiatmu, maka tunjukkanlah padaku siapa yang engkau calonkan sebagai khalifah” Ali menjawab: “Utsman bin Affaan.” Abdurrahman pun menuju Utsman dan berkata: “Jika aku tidak membaiatmu, maka maka tunjukkanlah padaku siapa yang engkau calonkan sebagai khalifah” Utsman menjawab: “Ali bin Abi Thalib.” Selanjutnya Abdurrahman pun memusyawarahkan hal ini dengan para sahabat lainnya. Dia bermusyawarah kepada siapapun yang ia temui di Madinah dari para sahabat besar, para petinggi militer, mereka yang datang ke Madinah, bahkan kepada para sahabiyah, anak-anak dan para budak. Dari hasil ini, beliau mendapati bahwa kebanyakan sahabat mengisyaratkan kepada Utsman bin Affan, meski ada sebagian kecil yang mendukung Ali bin Abi Thalib. Pada malam-hari rabu, Abdurrahman pergi ke rumah keponakannya, Al-Misywar bin Mahzamah. Kemudian mengetuk-ngetuk pintu sampai ia tahu kalau Misywar sedang tidur. Dia pun memukul pintu itu sampai Misywar terbangun. Abdurrahman berkata: “Aku lihat dirimu tidur. Demi Allah aku tidaklah bisa tidur di malam-malam ini. Bangunlah dan panggil Zubair dan Saad!” maka aku panggil beliau berdua kemudian Abdurrahman bermusyawarah dengan keduanya. Kemudian ia memanggilku lagi: “Panggilkan Ali untukku.” Maka aku panggilkan Ali bin Abi Thalib yang kemudian berdiskusi dengannya hingga tengah malam. Kemudian ali pun berdiri dan pamit pergi. Abdurrahman kembali memanggilku: “Panggilkan Utsman untukku.” Maka aku panggilkan Utsman dan berdiskusi dengannya sampai muadzin subuh memisahkan mereka.”
  4. Kesepakan Mengenai Pembaiatan Utsman. Selepas shalat subuh, hari terakhir dari bulan Dzulhijjah tahun 23 H/ 6 November 644 M. saat itu Shuhaib menjadi Imam shalat. Kemudian Abdurrahman bin Auf maju ke depan dengan memakai imamah yang dulu dipakaikan oleh Rasulullah Saw. untuknya. Dan para Dewan Syura telah berkumpul di mimbar kemudiian Abdurahman mulai dengan bersyahadat kemudian berkata; “Wahai Ali, sesungguhnya aku telah melihat dalam perkara para sahabat, dan aku tidak melihat seoarangpun dari mereka yang berpaling dari Utsman, maka janganlah engkau jadikan dalam drirmu satu jalan.” Lalu berkata (Abdurrahman kepada Utsman): “Aku baiat dirimu berdasarkan Sunnatullah dan Rasulnya dan dua khalifah setelahnya.” Maka Abdurrahman membaiatnya, dan kaum Muhajirin dan Anshar, dan para petinggi militer dan umat Islam. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib menjadi orang pertama yang membaiat Utsman setelah Abdurrahman.
  5. Hikmah Abdurahman dalam Pelaksanaan Langkah-langkah Syura. Dalam pelaksanaan syura Abdurrahman menjalankan peran luar biasa yang menunjukkan kecerdikan dan ketulusannya dalam mendahulukan kemaslahatan umat diatas segalanya. Dia buang peluang untuk menjadi orang tertinggi dalam umat Islam demi menyatukan seluruh umat Islam. 
Diantara bentuk kepiawaian Abdurrahman dalam menjalankan syura ini adalah :
  • Mengelar pertemuan secepatnya demi menjaga batas waktu yang ditetapkan. Dan sesegera mungkin mengetahui pandangan dari masing-masing calon khalifah. Dengan demikian ia pun mampu membawa musyawarah dengan baik.
  • Mengundurkan diri dari hak pencalonan khalifah, agar menghilangkan prasangka-prasangka buruk dan menyatukan para Dewan Syura kepada dirinya.
  • Senantiasa berkonsultasi dengan para anggota dewan bahkan sampai malam hari terakhir sebelum baiat. Meski di pertemuan sebelumnya dia telah mendapat kuasa dari anggota dewan. Begitu pula berupaya bermusyaarah dengan para sahabat besar dan seluruh elemen di Madinah.
  • Sengaja mencari tahu pendirian dari Ali tentang Utsman, dan pendapat Utsman tentang Ali. Dan ia pun tahu bahwa keduanya tdak menyamakan seorangpun atas keduanya.
  • Abdurrahman telah berhasil menjalankan syura dengan amanah dan ketulusannya dan berhasil membawa kwmaslahatan bagi umat Islam. Dan dengan ini muncullah bentuk baru dari Syura di masa khulafa al-rasyidin yaitu; penentuan khalifah melalui lembaga syura untuk menentukan salah satu dari anggota dewan dengan mempertimbangkan pendapat masyarakat secara menyeluruh yang kemudian dipastikan dengan baiat.
3. Tuduhan-tuduhan Syiah dalam Pelaksaan Syura.

Terdapat begitu banyak kedustaan syiah dalam sejarah perjalan Islam. Riwayat-riwayat pun palsu dimunculkan demi membenarkan sebuah kedustaan. Para sejarahwan syiah memfokuskan kedustaannya dalam perjalanan syura yang mengangkat Utsman pada kekhalifahan. Mereka bahkan menulis buku-buku khusus yang membahas permasalahan ini. Sepperti halnya Abu Mukhnif1 dengan Kitab Al-Syura, dan Ibnu Aqadah, dan Ibnu Bawaiyyah. Diantara kedustaan syiah tersebut adalah :

Partai Hasyim dan Partai Umayyah

Dalam periwayatan Abu Mukhnif ia mengisyaratkan munculnya perslisihan antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah dalam pembaiatan Utsman. Padahal hal ini tidaklah ada dasar yang benar, baik dari riwayat yang shahih maupun yang dhaif. Namun banya para sejarahwan yang menggunakan riwayat syiah rafidhah ini dan membangun analisa mereka diatasnya. Mereka pun mengatakan bahwa permusyawarahan para sahabat dalam penentuan khalifah merupakan perselisihan yang berdasarkan pada masalah keturunan, dan umat telah terbagi menjadi 2 partai, partai Hasyim dan Partai Umayyah. 

Ini sungguh sangat tidak benar dan tanpa dasar dan sangat jauh dari kepribadian para shahabat rasul. Dimana ketika para sahabat Muhajirin dan Anshar berdiri tegak menentang ayah, anak, paman dan keluarganya dari kalangan jahiliyah dan musyrikin. Dan ketiak mereka mengorbankan dunianya demi menggapai keberkahan akhirat dan agamanya. Dan mereka para anggota syura yang telah dijamin syurga yang rasulullah meninggal dalam keadaan ridla terhadap mereka. Apakah mungkin hal ini dinisbatkan pada para shahabt yang mulia?

Perkataan Dusta yang Dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib Ra.

Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabary dan lainnya dari orang-orang yang tidaklah dikenal, bahwa Ali berkata kepada Abdurrahman: “Engkau telah menipuku, sebenarnya engkau memilihnya karena ia adalah kerabatmu dan agar ia mengikutkanmu setiap hari dalam memutuskan perkaranya, dan kemudian Abdurrahman membacakan Q.S Al-Fath ayat 10

إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم فمن نكث فإنما ينكث على نفسه ومن أوفى بما عاهد عليه اللهفسيؤتيه أجرا عظيما. الفتح : 10

Tuduhan terhadap Amru bin Ash dan Mughirah bin Syu’bah.

Abu Mukhnif menyebutkan dalam riwayatnya mengenai syura yang menyatakan bahwa Amru bin Ash dan Mugirah bin Syu’bah duduk-duduk disekitar pintu pada saat anggota dewan syura sedang bermusyawarah. Kemudian Saad bin Abi Waqash mengatakan kepada keduanya: “Kalian berdua ingin mengatakan (dengan duduk di sini): ‘Kami hadir dan termasuk dalam Anngota Syura, padahal umat telah tahu siap saja anggota syura dengan sangat jelas.

Riwayat ini sungguh aneh, dan sangat jauh dari kepribadian para sahabat Nabi. Pada kenyataannya riwayat-riwayat Abu Mukhnif jelas bertentangan satu sama lainnya. Dan hal ini sudahlah cukup untuk membantah tuduhan-tuduhan dusta mereka

Kemunculan tuduhan-tuduhan dusta ini mengharuskan umat Islam untuk berhati-hati dalam membaca sejarah. Karena sejarah yang berdasar pada kedustaan akan membawa noda pada kejayaan umat..

Penutup

Perpolitikan Islam atau biasa dikenal sebagai siyasah syar’iyyah telah menjadi salah satu cabang ilmu dalam Islam. Karena Islam adalah agama yang sempurna mengatur seluruh elemen kehidupan dari yang paling sepele hingga paling besar.

Maka sejarah ilmu pemerintahan khulafa’ ar-rasyidin menjadi salah satu rujukan penting dalam ilmu siyasah syar’iyah. Dalam makalah ini telah penulis menyampaikan tigak hal pokok. Pertama, saya sampaikan mengenai salah fakta sejarah yang mengagumkan mengenai metode Umar (baca: Fikih Umar) dalam pemilihan Khalifah. Bahkan secara detail Umar telah menetapkan batasan-batasan tertentu, semisal jumlah calon, masa pemilihan, penunjukan imam sementara, pembentukan pasukan, metode pemilihan, dll.

Dalam bagian kedua, adalah mengenai cara menjalankan syura yang merupakan ruh dari lembaga tertinggi dalam politik Islam. Dalam hal ini kita dapati kepiawaian pribadi Abdurrahman bin Auf dan kewaraannya. Menjaga persatuan umat menjadi prioritas bagi setiap oknum pemerintah. Meski sering dikatakan bahwa perbedaan adalah rahmat, namun mencegah munculnya perbedaan yang menimbulkan perselisihan tentu lebih membawa maslahat.

Pada bagian terakhir, terdapat bantahan akan riwayat palsu kaum syiah yang berusaha merusak sejarah emas umat Islam dan memecah persatuan. Riwayat yang jauh dari jatidiri para shahabat yang mulia –semoga Allah meridlai mereka, dan saling bertentangan. Ini mengajarkan kita untuk lebih teliti dalam mebaca sejarah.

Semoga makalah singkat ini bisa memberikan sedikit tambahan ilmu dan manfaat kepada kita semua dan penulis khususnya. Wallahu a’lam

____________________________________
1 Dia adalah perawi Syiah yang terkenal, hidup pada abad ke II hijriyah (meninggal tahun 157 H) termasuk banyak riwayatnya. Di dalam Tarikh Thabary saja mencapai 585 riwayat mulai dari wafatnya rasulullah Saw. hingga jatuhnya Daulah Umawiyah tahun 132 H. dan ini merupakan masa-masa penting dalam sejarah Islam. Termasuk di dalamnya masa-masa fitnah dan kekhalifahan Khulafa’ ar-Rasyidiin. Dikalangan ulama jarh wa ta’dil dan ahli sejarah terdahulu Ia sudah terkenal mengenai siapa dirinya. Namun hal ini berbeda dengan para sejarawan masa kini yang mengambil riwayatnya tanpa meneliti dengan baik. Mengenai diinya Ibnu Hayyan mengatakan: Dia Rafidhi, banyak menghina shahabat, meriwayatkan berita palsu. 

2 Selengkapnya lihat kitab Marwiyyȃt Abi Mukhnif fii Tarikh Thobary karya Yahya bin Ibrahim bin Ali