Rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan
haji ke Baitullah jika mampu sekali seumur hidup. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِي
“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu
Hurairoh, “Umroh yang satu dengan yang selanjutnya menjadi pelebur dosa
di antara keduanya dan tidak ada pahala yang pantas bagi haji yang mabrur
kecuali surga.”(Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berkhotbah, “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan pada kalian ibadah
haji, maka berhajilah.” Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata, “Apakah pada
setiap tahun wahai Rasulullah?” kemudian beliau terdiam sampai-sampai laki-laki
itu bertanya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Seandainya aku
katakan Iya, niscaya akan wajib bagi kalian padahal kalian tidak mampu. Biarkan
apa yang aku tinggalkan karena sesungguhnya sebab kebinasaan orang setelah
kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi nabinya. Jika aku perintahkan
satu hal maka lakukan semampu kalian dan jika aku melarang sesuatu maka
jauhilah.” (HR. Muslim).
Apakah yang dimaksud dengan mampu pada
pelaksanaan ibadah haji? Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi menjelaskan bahwa
kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji terkait dengan 3 hal yaitu:
Pertama, kesehatan berdasarkan hadits
dari ibnu Abbas bahwa ada seorang wanita dari Ja’tsam yang mengadu pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah
sesungguhnya ayahku terkena kewajiban haji ketika umurnya sudah tua dan ia
tidak mampu menaiki tunggangannya, apakah aku boleh berhaji untuknya?” Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhajilah untuknya.” (Muttafaqun
‘alaihi)
Kedua, memiliki bekal untuk perjalanan
haji pulang-pergi dan memiliki bekal untuk kebutuhan orang-orang yang wajib dia
beri nafkah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Cukuplah seorang disebut sebagai pendosa jika dia
menyia-nyiakan orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Abu Daud)
Ketiga, aman dari gangguan dalam
perjalanan. Karena menunaikan haji padahal kondisi tidak aman adalah sebuah
bahaya dan bahaya merupakan salah satu penghalang yang disyariatkan.