Sebagai
pedoman dari kisah ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani dan
Ibnu Katsir, Al Qur'an, Ubay bin Ka'ab.
Setelah
terbunuhnya putra Adam as yang bernama Habil, bukan main rasa sedih yang
dialami oleh Nabi Adam as. Isak tangis pun terdengar bertahun-tahun mengiringi
kepergiannya.
Pada
akhirnya, Allah SWT memberikan pengganti, seorang anak yang bernama Syits.
Syits artinya adalah pemberian Allah SWT untuk menggantikan Habil.
Setelah Syits beranjak dewasa, Nabi Adam pun memberikan
kepercayaan kepada Syits serta memberikan semua ilmunya kepadanya.
Bahkan
ketika akan wafatpun Nabi Adam as memberikan wasiat kepada Syits untuk
menggantikan dalam memimpin anak keturunannya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Adapun Qabil,
Al-Qurthubi menukil dalam Tafsir-nya dan Ibnu Jauzi dalam Talbis Iblis, bahwa Qabil
lari bersama saudara kembarnya ke daerah Adnan di Yaman. Maka datanglah Iblis
menggodanya seraya berkata, “Sesungguhnya kurban saudaramu dimakan api itu
karena ia menyembah api, maka buatlah tungku dan sembahlah api! Hal itu akan
bermanfaat bagimu dan keturunanmu.” Selanjutnya Qabil membangun rumah
penyembahan api, maka dialah yang mula-mula melakukan penyembahan api,wallahu a’lam.
Usia 960 tahun.
Setelah
hidup selama 960 tahun dan sudah pula memiliki banyak keturunan, tibalah
saatnya Nabi Adam as untuk bertemu Allah SWT.
Ibnu Katsir berkata,
"Para ahli sejarah telah menceritakan bahwa Adam as tidak akan meninggal kecuali ia sudah meliaht keturunannya, dari anak, cucu, cicit terus ke bawah yang jumlah mencapai 400 ribu jiwa."
Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya :
Ibnu Katsir berkata,
"Para ahli sejarah telah menceritakan bahwa Adam as tidak akan meninggal kecuali ia sudah meliaht keturunannya, dari anak, cucu, cicit terus ke bawah yang jumlah mencapai 400 ribu jiwa."
Dalam Al Qur'an, Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya :
"Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya[1] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain[2], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Setelah tinggal di bumi selama 960 tahun
dan sudah mempunyai banyak keturunan, tibalah saat Nabi Adam ‘alaihissalam bertemu
Allah Ta’ala. Ibnu Katsir berkata, “Para ahli sejarah telah
menceritakan bahwa Nabi Adam ‘alaihissalam tidak meninggal
sehingga ia melihat keturunannya, dari anak, cucu, cicit terus ke bawah yang
jumlahnya mencapai 400 ribu jiwa, wallahu a’lam.” (Qoshosh Anbiya:
43)
Allah Ta’ala menceritakan,
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً
“Wahai manusia, bertaqwalah kepada
Rabb kalian, yang mana Dialah yang menciptakan kalian dari jwia yang satu dan
menciptakan dari jiwa itu istrinya dan daripada keduanya, Allah
memperkembangbiakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak…” (QS.
An-Nisa: 1)
Konon Nabi Adam ‘alaihissalam jatuh
sakit beberapa hari, hingga pada hari Jumat datanglah malaikat untuk mencabut
nyawanya dan bertakziah (mengungkapkan rasa belasungkawa) kepada pemegang
wasiatnya yakni Syits. Ubay bin Ka’ab berkata,
“Sesungguhnya ketika akan datang saat
wafatnya Nabi Adam berkata kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku,
sesungguhnya aku menginginkan buah dari surga.’ Maka pergilah anak-anak Nabi
Adam untuk mencarikannya.
Ketika dalam perjalanan mereka bertemu
dengan para malaikat yang membawa kain kafan, ramuan minyak wangi untuk mayat,
kapak, cangkul, dan keranda. Para malaikat itu berkata kepada anak-anak Nabi
Adam, ‘Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian kehendaki dan apa yang kalian
cari?’ Mereka menjawab, ‘Bapak kami sakit, ia menginginkan buah dari surga.’
Para malaikat berkata, ‘Kembalilah kalian! Sungguh sekarang ini telah datang
keputusan kematian bagi bapakmu.’
Maka datanglah para malaikat untuk
mencabut nyawa Nabi Adam. Dan ketika mereka datang, mengertilah Hawa akan
keperluan para malaikat itu, ia pun segera mendahului mereka untuk bertemu Nabi
Adam agar Nabi Adam minta ditangguhkan pencabutan nyawanya. Namun Nabi Adam
menjawab, ‘Pergilah engkau dariku, sungguh aku diciptakan sebelummu. Biarkan
nyawaku dicabut oleh para malaikat Rabbku.’ Maka para malaikat itu mencabut
nyawa Nabi Adam lalu memandikannya, mengafaninya, mengolesinya ramuan minyak
wangi, lalu membuat galian kubur serta lahat. Selanjutnya mereka menyolatinya
lalu memasukkannya ke liang kubur dan menempatkannya di lahat. Kemudian mereka
menguruknya, lalu para malaikat itu berkata, ‘Wahai anak Adam, inilah tuntunan
bagi kalain pada orang mati di antara kalian’.” (HR. Thabrani, 8:158, Zawa
idul Musnad, 5:136, Ibnu Katsir dan Salim Al-Hilali berkata, “Hadits ini
shahih.”)
KUBURAN NABI ADAM ‘ALAIHISSALAM DAN HAWA
Ahli sejarah memperselisihkan lokasi
kuburan Nabi Adam ‘alaihissalam dan Hawa. Ada yang berkata
bahwa keduanya dikubur di gua Gunung Qubais dekat Masjidil Haram. Yang lainnya
mengatakan di Baitul Maqdis Palestina, karena pada saat banjir melanda seluruh
permukaan bumi, Nabi Nuh memindahkannya ke Baitul Maqdis, wallahu a’lam.
Pendapat yang kuat ialah sebagaimana
dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawa dan Nur
ala Darb (kumpulan fatwa ulama Saudi Arabia) bahwa semua kuburan para
nabi tidak diketahui keberadaannya kecuali kuburan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam yang ebrada di Madinah dan kuburan Nabi Ibrahim di
Palestina. Riwayat-riwayat yang menjelaskan keberadaan kuburan para nabi itu
riwayatnya tidak bisa menjadi pegangan dan tidak ada asalnya. Lagi pula,
mengetahui keberadaan kuburan para nabi bukanlah suatu hal yang dituntut dalam
agama ini. Jika hal itu penting, tentu AllahTa’ala akan menjaga
pengetahuan tentangnya pada makhluk-Nya.
Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 9
Tahun ke-1 Robi’ul Akhir 1429/April 2008