CABANG ILMU YANG DIKEMBANGKAN BANI ABBASIYAH


Pada Masa Dinasti Bani Abbasiyah Pada masa Bani Abbasiyah, ilmu dibedakan menjadi dua yaitu ilmu naqli dan ilmu aqli.[15] Dengan klasifikasinya sebagai berikut :

Ilmu Naqli 1) Ilmu Tafsir Tafsir bi al-Ma’tsur (metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara memberi interpretasi al-Qur’an dengan hadis dan penjelasan para sahabat besarma, termasuk pendapat ahli kitab yang sudah masuk Islam dan pendapat orang yang menguasai kitab Taurat dan Injil). 

gallery
Ibnu Jarir
gallery
Al Kindi
gallery
Ibnu Sina
gallery
Al Ghazali

Tokohnya adalah :
Ibnu Jarir Ath Thabari dengan karyanya Jami al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an terdiri dari 30 Juz, al- Suda (w. 127 H) menyandarkan tafsirnya kepada Ibn Abbas, Ibn Mas’ud dan sahabat-sahabat lainnya serta 
Muqotil Ibn Sulaiman yang menyandarkan tafsirnya kepada para sahabat yang mengutip dari Taurat yang diriwayatkan oleh orang Yahudi. Tafsir Diroyah/Tafsir bi al-Ra’yi/ Tafsir bi al-Aqli (menafsiran al- Qur’an dengan menggunakan akal lebih banyak daripada al- Hadis). Tokohnya adalah Abu Bakar al-Asham (w. 240 H), Abu Muslim Muhammad Ibn Baadr al- Ishfahani (w. 322 H) dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil 14 jilid, Ibn Jaru al-Asadi (w. 387 H), ar- Razy dengan tafsirnya Al- Muqthathaf, dan lain-lain. Mereka menganut paham Mu’tazilah. [16] 

2) Ilmu Hadis Tokohnya adalah al-Aimmah al- Sittah (imam yang enam) yaitu al-Bukhari, (194-256 H) dengan kitabnya al-Jami al-Shahih dan Tarikh al-Kabir, al-Muslim (204-261 H) dengan kitabnya al- Jami Shahih Muslim, 
Ibnu Majjah (209-273 H) dengan kitabnya Sunan Ibnu Majjah, 
Abu Dawud (202-275 H) dengan kitabnya Sunan Abi Dawud, 
al-Tarmidzi (wafat 279 H) dengan kitabnya Sunan al-Tirmidzi, dan 
al-Nasa’I (225-303 H) dengan kitabnya Sunan al-Nasa’i. 

3) Ilmu Fiqih Tokohnya adalah Abu Hanifah al- Nu’man Ibn Sabit (700-767 M) dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh al-Akbar, Malik Ibn Anas (713-795 M) dengan kitabnya al-Muwatha, Muhammad Ibn Idris 
al-Syafi’i (767-820 M) dengan kitabnya al- Risalah, dan 
Ahmad Ibn Hambal (780—855 M) dengan kitabnya al-Musnad. 

Para fuqaha terbagi menjadi dua golongan, yaitu : 
Ahl al-Hadis yaitu golongan yang menyandarkan kepada hadis dalam mengambil hukum, pemukanya 
Ahmad Ibn Hambal dengan karyanya Musnad Ahmad ibn Hanbal 
Ahl al-Ra’yi yaitu golongan yang menggunakan akal di dalam menggali hukum, pemukanya Abu Hanifah. 

4) Ilmu Tasawuf atau Mistisisme Islam Tokohnya adalah Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab al-Allaf, 
Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111 M) dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, Abu Nasr as- Sarraj 
al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, dan lain-lain. 

5) Ilmu Kalama tau Theologi Tokohnya adalah dari kalangan Mu’tazilah adalah 
Washil bin Atha’ (w. 748 M), 
al-Nazam (185-221 H), dan 
al-Jahir (w. 256 H), 

sedangkan golongan dari Ahli Sunnah seperti Abu al-Hasan al- Asy’ari (873-935 M), 
Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111 M) , dan 
Abu Mansur al-Maturidi (w. 944 H). 

6) Ilmu Tarikh atau Sejarah Tokohnya adalah Ibnu Hasyim (abad ke 8), 
Ibn Sa’d (abad ke 9), dan 
Abu Ja’far Muhammad at-Tabari (835-923 M) karyanya Kitab Akhbarul Rasul wa Mulk (The Book of the Annals of Prophets and Kings) tentang sejaarh manusia hingga tahun 913, 

Firdawsi (penyair dan Bapak Sejarah Persia) karyanya Book of Kings (Shah-Namah), 
Ibnu Khaldun (1332-1406 M) ahli dalam teori pendidikan, karyanya Muqaddimah. 

7) Ilmu Bahasa, Ilmu Tata Bahasa, Ilmu Al-Qori’ah, dan Ilmu Agama Lainya Tokohnya adalah :
al-Kindi (801-873 M), 
Ibn Sina (980-1037 M), 
al-Farabi (870-950 M), 
al-Razi (865-925 M), 
Ibn Miskawaih (932-1030 M), dan 
al-Ghazali (1058-1111 M). 

8) Ilmu Sastra Tokohnya adalah :
Abu al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, Firdawsi dari Tus, karya puisinya Shah-Namah (Book of Kings) merupakan karya sastra monumental terdiri dari 60.000 kuplet (120.000 baris), dan 
Al-Jasyiari dengan karyanya Alf Lailat wa Laila atau One Thousand Nigh and One (Seribu Satu Malam) di pertengahan abad ke 9. 

9) Ilmu Falak Tokohnya adalah Muhammad al- Fazzari (w.158 H) yang dipandang ahli falak Islam yang awal sekali dan menerjemah buku al-Sind Hind yang dianggap orang karangan Rahma Sidhanta yang mengandung banyak info mengenai falak dan matematik. [17] 

Ilmu Aqli 1) Ilmu Kedokteran Tokohnya : 
adalah al-Razi (Rhazes) (865-925 M), karyanya Al-Hawi (Continens) (30 jilid), al-A’sah (The Nerves), dan 
al-Jami (The Universal) menuliskan filsafat, teologi, matematika, astronomi, dan ilmu pengetahuan alam, dan 
Ibn Sina (Avicenna) (980-1037 M) mengembangkang ilmu pengatahuan Hippocrates dan Galen maupun filsafat Aristoteles dan Plato yang berpengaruh terhadap alam berfikir Timur dan Barat.[18] 

2) Ilmu Kimia Tokohnya adalah Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan perak. 

3) Ilmu Astronomi Tokohnya adalah Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al- Qanun al-Mas’udl fi al-Hai’a wa al-Nuju. Ia secara akurat menentukan garis lintang dan garis bujur, mengukur secara teliti gaya berat khusus terhadap 18 batu dan logam mulia serta menguraikan kerja mata air alami sumur-sumur artesis, 
Nasiruddin Tusi menyusun table astronomi Ilkanian (Zij), menulis tentang astronomi dan kalender, matematika, dan geomancy, dan Qutubuddin Shirazi menulis pandangan terhadap alam, optic geometris, dan pelangi. 

4) Ilmu Matematika Tokohnya adalah al-Khawarizmi menemukan angka 0 pada abad ke 9. Sedangkam angka 1-9 berasal dari Hindu di India. Kemudian Abul Wafa (940-997 M) ahli matematika-astronom dari Persia, sebagai orang pertama yang menunjukkan keadaan umum dari teorema relativitas sinus segitiga yang berhubungan dengan bentuk bola, table susunan sinus, tangens, table kalkulasi tangens, memperkenalkan secant dan cosecant dan contoh hubungan antara enam garis trigonometric. 

5) Ilmu Optik Tokohnya adalah Ali al-Hasan Ibn Haitsam (Alhaze) menulis buku tentang Optical Thesaurus, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. 

6) Ilmu Fisika Tokohnya adalah Al-Bakhi (934 M) karyanya dijadikan dasar dan prinsip karya-karya geografi setelahnya oleh al-Istakhir (950 M), Ibnu Hawqal (975 M) dan al- Maqdisi (985M) dan al-Biruni menulis deskripsi tentang India, dan Nasiri Khusraw, penulis otobiografi-geografis abad ke 9 menulis Diwan, Safar-Namah (Book of Trave) dan Rawshanai- Namah (Book of Light) 

7) Geografis Tokohnya adalah Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud (abad ke 10) menulis buku Maruj al-Zahab tentang geografi, agama, adat istiadat dan lain-lain, dan Zamankhsyari (w.1144 M) seorang Persia, menulis Kitabul Amkina wal JIbal wal Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters). 

C. Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Bani Abbasiyah Lembaga Pendidikan Pada Masa Dinasti Abbasiyah Lembaga pendidikan pada masa Abbasiyah terdiri dari dua tingkatan,[19] yaitu : 
1) Maktab atau kutub atau masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan, dan tulisan serta tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti Tafsir, Hadis, fiqih, dan bahasa 
2) Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah disimbolkan dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa Bani Abbasiyah merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab disana juga orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban untuk semua laki-laki dan perempuan. Pada masa Bani Abbas, anak-anak perempuan hanya belajar di rumah saja. Mereka tidak diizinkan pergi ke maktab atau masjid untuk belajar. Itu pun bagi yang mampu memanggil guru ke rumahnya dan bagi yang tidak mampu maka mereka tidak belajar. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak masa Bani Umayyah maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu, kemajuan itu ditentukan oleh dua hal, yaitu : 
1) Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, misalnya pengaruh Persia terlihat dalam bidang pemerintahan, filsafat dan sastra, sedangkan pengaruh India dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. 
2) Gerakan terjemahan berlangsung tiga fase,[20] yaitu : 
a) Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang lebih banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. 
b) Fase kedua, berlangsung mulai masa khalifah al-Mm’mun hingga tahun 300H. buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat, dan kedokteran. 
c) Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas. 

D. Proses Runtuhnya Dinasti Bani Abbasiyah Setelah mengalami kemajuan, dinasti Bani Abbasiyah mengalami kemunduran dan kehancuran yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal,[21] yaitu : 
1) Lemahnya Khalifah Sejak berakhirnya kekuasaan dinasti Saljuk atas Baghdad, khalifah Abbasiyah merdeka kembali, namun kekuasaannya hanya di daerah Baghdad saja. Sementara itu, wilayah Abbasiyah lainnya diperintah oleh dinasti- dinasti kecil yang tersebar di sebelah timur dan barat Baghdad. Khalifah dinasti Bani Abbasiyah di Baghdad berhasil mengambil kesempatan dari kelemahan kaum Saljuk dan dari gerakan-gerakan pemisahan serta mengumumkan kemerdekaannya memerintah Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya. Usaha untuk mengembalikan kekuasaan khalifah dinasti Bani Abbasiyah ini dirintis oleh khalifah al- Mustarsyid (512-529 H/1118-1135 M), kemudian dilanjutkan oleh anaknya, khalifah al-Rasyid (529-530 H/1135-1136 M) dan dilanjutkan oleh khalifah al-Muqtafi (530-555 H/1136-1160 M). Dengan demikian, sejak masa itu khalifah Bani Abbasiyah mempunyai pengaruh kembali, meskipun dalam wilayah yang terbatas. 
2) Persaingan antar bangsa Adanya kecenderungan bangsa- bangsa Maroko, Mesir, Syia, Irak, Persia, Turki, dan India, untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak Abbasiyah berdiri. Periode I, pengaruh Persia, periode II, pengaruh Turki, Periode III, pengaruh Persia II, periode IV, pengaruh Turki II, dan periode V, bebas pengaruh tetapi hanya di Baghdad saja. 

3) Kemerosotan ekonomi Pada periode kemunduran, pendapatan Negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Hal ini disebabkan wilayah kekuasaannya semakin menyempit, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingankannya pajak, dan banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri tidak lagi membayar upeti. 

4) Konflik keagamaan Kekecewaan orang Persia terhadap cita-cita yang tak tercapai mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Mazuisme, Zoroasterisme, dan Mazzdakisme. Antara orang beriman dan kaum zindik terjadi konflik bersenjata seperti gerakan al-Afsyn dan Qaramitah. Adanya konflik Syiah dan Ahlussunnah. Terjadi Mihnah pada masa al-Ma’mun (813-833 M) yang menjadikan Mu’tazilah menjadi mazhab resmi Negara. Al- Mutawakkil (847-861 M) menghapus Mu’tazilah digantikan dengan golongan Salaf pengikut Hambali yang tidak toleran terhadap Mu’tazilah yang rasional, menyempitkan horizon intelektual. Mu’tazilah bangkit kembali pada masa Buwaihi dan Saljuk, Asy’ariah menyingkirkan Mu’tazilah yang didukung al-Ghazali tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas entelektual Islam. Sementara itu, faktor eksternal kemunduran dinasti Bani Abbasiyah,[22] yaitu : 
1) Perang Salib Perang antara umat Kristen dengan umat Islam yang berlangsung dari tahun 1095-1291 M, telah menelan banyak korban jiwa, ini menyebabkan khilafah Bani Abbasiyah menjadi lemah. 
2) Serangan Hulagu Khan Hulagu Khan, cucu Jengis Khan, melakukan serangan-serangan menuju Baghdad dengan mengalahkan Khurasan di Persia dan Hasysyasyin di Alamut terlebih dahulu. Pada tanggal 10 Februari 656 H/1258 M, ia dan pasukannya sampai ke tepi kota Baghdad. Perintah untuk menyerah ditolak oleh khalifah al-Musta’shim (khalifah terakhir Bani Abbasiyyah), sehingga Baghdad dikepung dan dihancurkan