GERAKAN SHOLAT DAN BACAANNYA



RAKAAT PERTAMA


gallery
Berdiri Tegak dan Berniat
Langkah 1 : 
Seorang muslim yang hendak melakukan sholat, setelah selesai bersuci (wudhu atau tayamum) hendaklah berpakaian rapi dan bersih (aurat tertutup oleh pakaian sholat) dan berdiri tegak menghadap ke Kiblat (QS Al Baqarah ayat 144) setelah masuk waktu shalat atau ingin melaksanakan shalat sunnah. Jika tidak mengetahui arah kiblat, maka boleh menghadap kemana saja, asal dalam hati tetap berniat menghadap kiblat. Sebagaimana hadis dan Al Qur'an menjelaskan sbb :


“Bila engkau berdiri untuk sholat, sempurnakanlah wudhu’mu, kemudian menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah.” (HR. Bukhari, Muslim dan Siraj).
Tentang hal ini telah turun pula firman Allah dalam Surah Al Baqarah : 115:
“Kemana saja kamu menghadapkan muka, disana ada wajah Allah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah sholat menghadap Baitul Maqdis, hal ini terjadi sebelum turunnya firman Allah:
“Kami telah melihat kamu menengadahkan kepalamu ke langit. Kami palingkan kamu ke kiblat yang kamu inginkan. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu ke sebagian arah Masjidil Haram.” (QS. Al Baqarah : 144).
Setelah ayat ini turun beliau sholat menghadap Ka’bah.
Jika seseorang tidak mampu berdiri tegak, hal tersebut bisa juga dilakukan secara duduk atau berbaring. Pada saat berdiri tegak sebelum takbiratul ihram, hendaklah diperhatikan hal berikut :
  • Posisi badan harus tegak lurus
  • Tangan rapat disamping badan
  • Kaki direnggangkan, paling lebar selebar bahu
  • Semua jari kaki menghadap kiblat
  • Pandangan lurus ke tempat sujud.
Kemudian berniat untuk melakukan shalat wajib (subuh, lohor, asyar, maghrib atau isya) atau sholat sunnah yang akan dilakukan  di dalam hati, tanpa diucapkan dengan lisan. Hal ini dapat dijelaskan sbb : Niat berarti menyengaja untuk sholat, menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata, serta menguatkannya dalam hati. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain. Baca Al Irwa’, hadits no. 22).
Niat tidak dilafadzkan
Dan tidaklah disebutkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula dari salah seorang sahabatnya bahwa niat itu dilafadzkan.
Abu Dawud bertanya kepada Imam Ahmad. Dia berkata, “Apakah orang sholat mengatakan sesuatu sebelum dia takbir?” Imam Ahmad menjawab, “Tidak.” (Masaail al Imam Ahmad hal 31 dan Majmuu’ al Fataawaa XXII/28).
As Suyuthi berkata, “Yang termasuk perbuatan bid’ah adalah was-was (selalu ragu) sewaktu berniat sholat. Hal itu tidak pernah diperbuat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maupun para shahabat beliau. Mereka dulu tidak pernah melafadzkan niat sholat sedikitpun selain hanya lafadz takbir.”
Asy Syafi’i berkata, “Was-was dalam niat sholat dan dalam thaharah termasuk kebodohan terhadap syariat atau membingungkan akal.” (Lihat al Amr bi al Itbaa’ wa al Nahy ‘an al Ibtidaa’).

gallery
Takbiratul Ikhram
Langkah 2 :
Setelah thumah nin, kemudian melakukan takbiratul ihram, yaitu membaca لله اكبر / Allahu Akbar artinya Allah Maha Besar, sambil mengangkat kedua tangan. Disunnahkan mengangkat kedua tangannya setentang bahu ketika bertakbir dengan merapatkan jari-jemari tangan-nya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar radiyallahu anhuma, ia berkata :

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku’ dan setiap kali bangkit dari ruku’nya.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Atau mengangkat kedua tangannya setentang telinga,

“Sesungguhnya sholat seseorang tidak sempurna sebelum dia berwudhu’ dan melakukan wudhu’ sesuai ketentuannya, kemudian ia mengucapkan Allahu Akbar.”(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dengan sanad shahih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Apabila engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu’mu terlebih dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul ihrom.”(Muttafaqun ‘alaihi).
Takbirotul ihrom diucapkan dengan lisan
Takbirotul ihrom tersebut harus diucapkan dengan lisan (bukan diucapkan di dalam hati). Muhammad Ibnu Rusyd berkata, “Adapun seseorang yang membaca dalam hati, tanpa menggerakkan lidahnya, maka hal itu tidak disebut dengan membaca. Karena yang disebut dengan membaca adalah dengan melafadzkannya di mulut.”
An Nawawi berkata, “…adapun selain imam, maka disunnahkan baginya untuk tidak mengeraskan suara ketika membaca lafadz tabir, baik apakah dia sedang menjadi makmum atau ketika sholat sendiri. Tidak mengeraskan suara ini jika dia tidak menjumpai rintangan, seperti suara yang sangat gaduh. Batas minimal suara yang pelan adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri jika pendengarannya normal. Ini berlaku secara umum baik ketika membaca ayat-ayat al Qur-an, takbir, membaca tasbih ketika ruku’, tasyahud, salam dan doa-doa dalam sholat baik yang hukumnya wajib maupun sunnah…” beliau melanjutkan, “Demikianlah nash yang dikemukakan Syafi’i dan disepakati oleh para pengikutnya. Asy Syafi’i berkata dalam al Umm, ‘Hendaklah suaranya bisa didengar sendiri dan orang yang berada disampingnya. Tidak patut dia menambah volume suara lebih dari ukuran itu.’.” (al Majmuu’ III/295).
Posisi tangan pada saat takbiratul ihram adalah sbb :
  • Kedua tangan sejajar dengan kedua bahu
  • Ujung jari-jari tangan sejajar dengan puncak telinga
  • Ujung ibu jari sejajar dengan ujung bawah telinga
  • Jari-jari direnggangkan
  • Telapak tangan menghadap ke arah kiblat
  • Lengan direnggangkan dari ketiak (sunnah bagi lelaki). Untuk perempuan ada yang menyunahkan merapatkannya pada ketiak. Namun boleh juga merenggangkannya.
Memandang Tempat Sujud
Pada saat mengerjakan sholat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat sujud (di dalam sholat).” (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Larangan menengadah ke langit
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang keras menengadah ke langit (ketika sholat). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka.” (HR. Muslim, Nasa’i dan Ahmad).
Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda :
“Jika kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri.” (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Dalam Zaadul Ma’aad ( I/248 ) disebutkan bahwa makruh hukumnya orang yang sedang sholat menolehkan kepalanya tanpa ada keperluan. Ibnu Abdil Bar berkata, “Jumhur ulama mengatakan bawa menoleh yang ringan tidak menyebabkan shalat menjadi rusak.”
Juga dimakruhkan shalat dihadapan sesuatu yang bisa merusak konsentrasi atau di tempat yang ada gambar-gambarnya, diatas sajadah yang ada lukisan atau ukiran, dihadapan dinding yang bergambar dan sebagainya.

gallery
Iftitah, Alfatihah dan Ayat
Langkah 3 :
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan kanan di atas tangan kirinya (bersedekap). Beliau bersabda :
“Kami, para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika melakukan sholat.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya’ dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang itu meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
Meletakkan atau menggenggam
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan lengan kanan pada punggung telapak kirinya, pergelangan dan lengan kirinya
berdasar hadits dari Wail bin Hujur:
“Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri atau lengan kirinya.”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dengan sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no. 485).
Beliau terkadang juga menggenggam pergelangan tangan kirinya dengan tangan kanannya,
berdasarkan hadits Nasa’i dan Daraquthni :
“Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya.” (sanad shahih).
Bersedekap di dada
Menyedekapkan tangan di dada adalah perbuatan yang benar menurut sunnah berdasarkan hadits :
“Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.”(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa’il, halaman 222 berkata: “Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a qunut dan melakukan qunut sebeluim ruku’. Beliau menyedekapkan tangannya berdekatan dengan teteknya.” Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan oleh Qadhi ‘Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab Al I’lam, beliau berkata: “Dia meletakkan tangan kanan pada punggung tangan kiri di dada.” elesai takbiratul ikhram, lalu tangan bersedekap yaitu :
  • Telapak tangan diletakkan di atas pergelangan tangan kiri dan tidak digenggamkan
  • Pada saat bersedekap, kedua tangan boleh diletakkan di dada, boleh di atas pusar dan boleh juga meletakkannya di bawah pusar.
Do'a pertama yang di baca setelah bersedekap adalah doa iftitah, surat Al Fatihah dan ayat Al Qur'an (boleh ayat pendek maupun panjang).Doa istiftah yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermacam-macam. 

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan pujian, sanjungan dan kalimat keagungan untuk Allah.Beliau pernah memerintahkan hal ini kepada orang yang salah melakukan sholatnya dengan sabdanya:
“Tidak sempurna sholat seseorang sebelum ia bertakbir, mengucapkan pujian, mengucapkan kalimat keagungan (doa istiftah), dan membaca ayat-ayat al Qur-an yang dihafalnya…” (HR. Abu Dawud dan Hakim, disahkan oleh Hakim, disetujui oleh Dzahabi). 

Pembacaan ayat Al Qur'an hanya di baca pada raka'at pertama dan ke dua saja. Sedangkan kalau sholat dilaksanakan tiga atau empat raka'at, maka pada raka'at ke tiga dan ke empat setelah selesai membaca Al Fatihah, tidak lagi membaca ayat Al Qur'an.

Bacaan Doa Iftitah

Doa Iftitah I

“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI”
Artinya :
“Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).

Doa Iftitah II.


اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. إِنِّىْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. 

Baccan dalam Bahasa Indonesia :

Allaahu Akbaru kabiiraw-walhamdu lillaahi katsiiran, wa subhaanallaahi bukrataw-wa’ashiila. Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas-samaawaati wal ardha haniifam-muslimaw-wamaa anaa minal musyrikiina. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi Rabbil ‘aalamiina. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa anaa minal muslimiina.

Artinya :

Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji yang sebanyak-banyaknya bagi Allah. Maha Suci Allah pada pagi dan petang hari. Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap kepatuhan dan kepasrahan diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan-Nya. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah kepunyaan Allah, Tuhan semesta alam, yang tiada satu pun sekutu bagi-Nya. Dengan semua itulah aku diperintahkan dan aku adalah termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim).

Doa Iftitah III

“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA ‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA’AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA”

yang artinya :
“Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)

Setelah selesai membaca do'a iftitah, dilanjutkan dengan membaca surat Alfatihah di tutup dengan membaca ... Aaamiiiinnnn.


MEMBACA TA’AWWUDZ
Membaca doa ta’awwudz adalah disunnahkan dalam setiap raka’at, sebagaimana firman Allah ta’ala :
“Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An Nahl : 98).
Dan pendapat ini adalah yang paling shahih dalam madzhab Syafi’i dan diperkuat oleh Ibnu Hazm (Lihat al Majmuu’ III/323 dan Tamaam al Minnah 172-177).
Nabi biasa membaca ta’awwudz yang berbunyi:
“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
Atau mengucapkan:
“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”
Artinya :
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk…” (Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).

Membaca Al Fatihah

Hukum Membaca Al-Fatihah

Membaca Al-Fatihah merupakan salah satu dari sekian banyak rukun sholat, jadi kalau dalam sholat tidak membaca Al-Fatihah maka tidak sah sholatnya berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) :
“Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah”
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama’ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
“Barangsiapa yang sholat tanpa membaca Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya buntung…tidak sempurna” (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).

Kapan Kita Wajib Membaca Surat Al-Fatihah

Jelas bagi kita kalau sedang sholat sendirian (munfarid) maka wajib untuk membaca Al-Fatihah, begitu pun pada sholat jama’ah ketika imam membacanya secara sirr (tidak diperdengarkan) yakni pada sholat Dhuhur, ‘Ashr, satu roka’at terakhir sholat Mahgrib dan dua roka’at terakhir sholat ‘Isyak, maka para makmum wajib membaca surat Al-Fatihah tersebut secara sendiri-sendiri secara sirr (tidak dikeraskan).

Lantas bagaimana kalau imam membaca secara keras…?

Tentang ini Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa pernah Rasulullah melarang makmum membaca surat dibelakang imam kecuali surat Al-Fatihah :

“Betulkah kalian tadi membaca (surat) dibelakang imam kalian?” Kami menjawab: “Ya, tapi dengan cepat wahai Rasulallah.” Berkata Rasul: “Kalian tidak boleh melakukan.

MEMBACA AMIN

Hukum Bagi Imam :

Membaca amin disunnahkan bagi imam sholat .

Dari Abu hurairah, dia berkata: “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin.” (Hadits dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan sebagai hadits yang berkualitas shahih)

“Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang.” (Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)

Hadits tersebut mensyari’atkan para imam untuk mengeraskan bacaan amin, demikian yang menjadi pendapat Al-Imam Al-Bukhari, As-Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan para imam fikih lainnya. Dalam shahihnya Al-Bukhari membuat suatu bab dengan judul ‘baab jahr al-imaan bi al-ta-miin’ (artinya: bab tentang imam mengeraskan suara ketika membaca amin). Didalamnya dinukil perkataan (atsar) bahwa Ibnu Al-Zubair membaca amin bersama para makmum sampai seakan-akan ada gaung dalam masjidnya.

Juga perkataan Nafi’ (maula Ibnu Umar): Dulu Ibnu Umar selalu membaca aamiin dengan suara yang keras. Bahkan dia menganjurkan hal itu kepada semua orang. Aku pernah mendengar sebuah kabar tentang anjuran dia akan hal itu.”

Hukum Bagi Makmum :

Dalam hal ini ada beberapa petunjuk dari Nabi (Hadits), atsar para shahabat dan perkataan para ulama.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika imam membaca amiin maka hendaklah kalian juga membaca amiin.”

Hal ini mengisyaratkan bahwa membaca amiin itu hukumnya wajib bagi makmum. Pendapat ini dipertegas oleh Asy-Syaukani. Namun hukum wajib itu tidak mutlak harus dilakukan oleh makmum. Mereka baru diwajibkan membaca amiin ketika imam juga membacanya. Adapun bagi imam dan orang yang sholat sendiri, maka hukumnya hanya sunnah. (lihat Nailul Authaar, II/262).

“Bila imam selesai membaca ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladhdhooolliin, ucapkanlah amiin [karena malaikat juga mengucapkan amiin dan imam pun mengucapkan amiin]. Dalam riwayat lain: “(apabila imam mengucapkan amiin, hendaklah kalian mengucapkan amiin) barangsiapa ucapan aminnya bersamaan dengan malaikat, (dalam riwayat lain disebutkan: “bila seseorang diantara kamu mengucapkan amin dalam sholat bersamaan dengan malaikat dilangit mengucapkannya), dosa-dosanya masa lalu diampuni.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa-i dan Ad-Darimi)

Syaikh Al-Albani mengomentari masalah ini sebagai berikut :

“Aku berkata: Masalah ini harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan dengan cara meninggalkannya. Termasuk kesempurnaan dalam mengerjakan masalah ini adalah dengan membarengi bacaan amin sang imam, dan tidak mendahuluinya. (Tamaamul Minnah hal. 178).

Bacaan Surat Alfatihah sbb :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ  
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ 
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم 
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ  
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ  
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ  
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Dalam Bahasa Indonesia
  • Bismillahirrahmanirrahim" 
  • Alhamdulillahi rabbil alamin, Arrahmaanirrahiim 
  • Maaliki yaumiddiin, 
  • Iyyaka nabudu waiyyaaka nasta'iin, 
  • Ihdinashirratal mustaqim,
  • shiratalladzina an’amta alaihim ghairil maghduubi alaihim waladhaalin, 
Aaamiiiinnnnn ....

Artinya :
  • Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
  • Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. 
  • Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
  • Yang menguasai di Hari Pembalasan.
  • Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
  • Tunjukilah kami jalan yang lurus,
  • (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat
Kabulkanlah ya Allah

Kemudian dilanjutkan dengan membaca Ayat Al Qur'an (boleh ayat pendek maupun panjang). 


BACAAN SURAT SETELAH AL FATIHAH
Membaca surat Al Qur-an setelah membaca Al Fatihah dalan sholat hukumnya sunnah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan tidak membacanya. Membaca surat Al-Qur-an ini dilakukan pada dua roka’at pertama. Banyak hadits yang menceritakan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang itu.
Panjang pendeknya surat yang dibaca Pada sholat munfarid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat-surat yang panjang kecuali dalam kondisi sakit atau sibuk, sedangkan kalau sebagai imam disesuaikan dengan kondisi makmumnya (misalnya ada bayi yang menangis maka bacaan diperpendek).Rasulullah berkata:
“Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena tangis bayi itu.”(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Cara membaca surat Dalam satu sholat terkadang beliau membagi satu surat dalam dua roka’at, kadang pula surat yang sama dibaca pada roka’at pertama dan kedua. (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Ya’la, juga hadits shahih yang dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Dawud dan Al-Baihaqi atau riwayat dari Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, disahkan oleh Al-Hakim disetujui oleh Ad-Dzahabi)
Terkadang beliau membolehkan membaca dua surat atau lebih dalam satu roka’at.(Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dinyatakan oleh At-Tirmidzi sebagai hadits shahih)
Tata cara bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya membaca surat dengan jumlah ayat yang berimbang antara roka’at pertama dengan roka’at kedua. (berdasar hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sholat yang bacaannya di-jahr-kan Nabi membaca dengan keras dan jelas. Tetapi pada sholat dzuhur dan ashar juga pada sholat maghrib pada roka’at ketiga ataupun dua roka’at terakhir sholat isya’ Nabi membacanya dengan lirih yang hanya bisa diketahui kalau Nabi sedang membaca dari gerakan jenggotnya, tetapi terkadang beliau memperdengarkan bacaannya kepada mereka tapi tidak sekeras seperti ketika di-jahr-kan. (Berdasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca suatu surat dari awal sampai selesai. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Berikanlah setiap surat haknya, yaitu dalam setiap (roka’at) ruku’ dan sujud.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Abi Syaibah, Ahmad dan ‘Abdul Ghani Al-Maqdisi)
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Untuk setiap satu surat (dibaca) dalam satu roka’at.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ibnu Nashr dan At-Thohawi)
Dijelaskan oleh Syaikh Al-Albani: “Seyogyanya kalian membaca satu surat utuh dalam setiap satu roka’at sehingga roka’at tersebut memperoleh haknya dengan sempurna.” Perintah dalam hadits tersebut bersifat sunnah bukan wajib.
Dalam membaca surat Al-Qur-an Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya dengan tartil, tidak lambat juga tidak cepat -sebagaimana diperintahkan oleh Allah- dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surat memerlukan waktu yang lebih panjang dibanding kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan). Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:
“Bacalah, telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia, karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh At-Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus, maka beliau juga memerintahkan yang demikian itu:
“Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan suara kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur-an].”(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud, Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)

“Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur-an.”(Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
Setelah selesai membaca Ayat Al Qur'an, dilanjutkan dengan Rukuk.


gallery
Gerakan Rukuk
gallery
Rukuk dan Membaca Do'a
Langkah 4 :
Rukuk artinya membungkukkan badan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah selesai membaca surat dari Al-Qur-an kemudian berhenti sejenak, terus mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir seperti ketika takbiratul ihrom (setentang bahu atau daun telinga) kemudian rukuk (merundukkan badan kedepan dipatahkan pada pinggang, dengan punggung dan kepala lurus sejajar lantai). Berdasarkan beberapa hadits, salah satunya adalah :
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika bertakbir hendak rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari ruku’ ….”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
Cara Rukuk
Bila Rasulullah ruku’ maka beliau meletakkan telapak tangannya pada lututnya, demikian beliau juga memerintahkan kepada para shahabatnya.
“Bahwasanya shallallahu ‘alaihi wa sallam (ketika ruku’) meletakkan kedua tangannya pada kedua lututnya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Menekankan tangannya pada lututnya.
“Jika kamu ruku’ maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku’.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Merenggangkan jari-jemarinya.
“Beliau merenggangkan jari-jarinya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya, Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)
Merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya.
“Beliau bila ruku’, meluruskan dan membentangkan punggungnya sehingga bila air dituangkan di atas punggung beliau, air tersebut tidak akan bergerak.”
(Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, ‘Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
Antara kepala dan punggung lurus, kepala tidak mendongak tidak pula menunduk tetapi tengah-tengah antara kedua keadaan tersebut.
“Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
“Sholat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku’ dan sujud dengan meluruskan punggungnya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu ‘Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
Thuma-ninah/Bersikap Tenang
Beliau pernah melihat orang yang ruku’ dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung mematuk, lalu berkata: “Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati diluar agama Muhammad [sholatnya seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana orang ruku’ tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung lapar yang memakan satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya’la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya’ dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
Memperlama Rukuk
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’ dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Ringkasan gerakan rukuk sbb :
  • Angkat tangan sambil mengucapkan takbir
  • Turunkan badan ke posisi membungkuk
  • Kedua tangan menggenggam lutut (bukan menggenggam yang lain), jari-jari tangan direnggangkan pada saat memegang lutut, posisi tangan lurus (siku tidak boleh di tekuk).
  • Punggung dan kepala sejajar (dalam posisi mendatar)
  • Kaki tegak lurus (lutut tidak di tekuk)
  • Pinggang direnggangkan dari paha
  • Pandangan lurus ke tempat sujud
Bacaan Rukuk

Setelah posisi ini mantap, hendaklah membaca tasbih sbb :

”Sub hana rabbiyal’adhimi wabihamdih” (3x) (”Mahasuci dan Mahaagung Allah, segala puji bagiNya”) (Dibaca 3 kali) (HR Abu Daud, Daruquthni, Ahmad & Baihaqi).

Bacaan Rukuk yang lain adalah :
  • Subhana rabiyal 'adhimi / Maha Suci robb-ku lagi Maha Agung (HR Abu Daud, Ahmad & Ibnu Majah, dll)
  • Subbuuhun Qudduusun Rabbul Mala-ikati War ruh / Maha suci, Maha suci Rab, Para Malaikat dan Ruh (HR Imam Muslim dan Abu Awwanah)
  • Subhaanakallahumma wa bihamdika Allahummaghfirli (Maha suci engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu ya Allah, ampunilah aku)
  • Berdasarkan hadits dari ‘A-isyah, bahwasanya dia berkata :“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku’nya dan sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim). Do’a ini yang paling sering dibaca. Dikatakan bahwa ada riwayat dari ‘A-isyah yang menunjukkan bahwa Rasulullah sejak turunnya surat An-Nashr -yang artinya: “Hendaklah engkau mengucapkan tasbih dengan memuji Rabbmu dan memohon ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat.” (TQS. An-Nashr 110:3)-, waktu ruku’ dan sujud beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membaca do’a ini hingga wafatnya.
Bacaan yang Dilarang ketika Rukuk

Beliau SAW melarang membaca al-Qur’an saat ruku dan sujud dalam sabdanya ”Ketahuilah sesungguhnya aku melarang bacaan al-Qur’an saat ruku. Hendalah kalian mengagungkan Tuhan Yang Mahaperkasa. Sedangkan dalam bersujud hendaknya bersungguh-sungguhlah berdoa karena doa itu tentu dikabulkan.” (HR Muslim & Abu Uwanah).
..
gallery
Gerakan I'tidal
gallery
Berdiri dan Berdo'a
Langkah 5 :
Setelah selesai membaca tasbih rukuk dan telah sempurna rukuknya, kemudian bangkit dari ruku (i'tidal) dengan disunatkan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahunya sambil mengucapkan "سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ" Sami'allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memujinya).

Dasar hadisnya adalah "Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua tangannya sampai setentag kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari ruku’ sambil mengucapkan SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…”(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).

Ketika sudah selesai bacaan tersebut 
dan selanjutnya membaca salah satu do'a i'tidal :
RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau
RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
atau
ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu) atau
ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah :
“Apabila imam mengucapkan SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang telah lewat.”(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
Kadang ditambah dengan bacaan :
MIL-ASSAMAAWAATI, WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN SYAI-IN BA’D
(Mencakup seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki selain dari itu) berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
"رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّموَاتِ وَمِلْءُ اْلاَرْضِ وَمِلْءُمَاشِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ



gallery
Gerakan Sujud
gallery
Sujud dan Membaca Doa
Langkah 6 :
Setelah selesai melaksanakan i'tidal dan menjawab tasmi', dilanjutkan dengan Sujud. Sujud adalah menempelkan kening pada lantai. Menurut hadis riwayat Jamaah, ada tujuh aggota badan yang menyentuh lantai ketika sujud, yaitu : Wajah (kening dan hidung), Dua telapak tangan, Dua lutut dan Dua ujung telapak kaki.

Cara melakukan Sujud selesai melaksanakan i'tidal dan menjawab Tasmi' sbb : 
  • Turunkan badan dari posisi i'tidal, dimulai dengan menekuk lutut sambil mengucapkan takbir
  • Letakkan kedua lutut di lantai
  • Letakkan kedua telapak tangan ke lantai (telapak tangan di buka dan semua jari dirapatkan dan tidak dikepalkan)
  • Letakkan kening dan hidung ke lantai
  • Semua jari (tangan dan kaki) menghadap kiblat, ujung jari tangan letaknya sejajar dengan bahu
  • Lengan direnggangkan dari ketiak (sunah bagi pria). Dan bagi wanita, boleh juga merenggangkan atau boleh juga merapatkan.
  • Renggangkan pinggang dari paha
  • Posisi pantat lebih tinggi dari pada wajah
Selain cara di atas, dapat juga dilakukan dengan cara lain sesuai hadis Rasulullah shallallohu 'alaihi wassallam, yaitu :

Dengan tanpa atau kadang-kadang dengan mengangkat kedua tangan (setentang pundak atau daun telinga) seraya bertakbir, badan turun condong kedepan menuju ke tempat sujud, dengan meletakkan kedua lutut terlebih dahulu baru kemudian meletakkan kedua tangan. (abu zalfa: Dalam hal ini ada perbedaan pendapat, yaitu :

Dalam praktek shalat, sebagian kaum muslimin ada yang meletakkan tangan dahulu sebelum lutut pada saat akan sujud dan ada yang sebaliknya lutut dahulu kemudian tangan. Lalu mana yang benar dalam masalah ini !.

Sebelum menguraikan perbedaan pendapat para ulama dan dalil setiap pendapat dalam masalah ini, terlebih dahulu kami akan detailkan letak perbedaan pendapat para ulama tersebut guna memahami masalah ini dengan baik dan benar.

Mendetailkan letak perbedaan pendapat termasuk perkara yang penting. Dan menelantarkan hal tersebut akan menimbulkan beberapa dampak yang negatif, diantaranya :
  • Penggambaran masalah tidak di atas hakikat sebenarnya.
  • Timbulnya ketimpangan dalam penerapan masalah.
  • Lahirnya masalah-masalah lain yang membuat permasalahan tersebut semakin rumit dan bertele-tele.
  • Bisa mengantar ke jalur berlebihan dalam masalah agama, padahal sikap berlebihan tersebut merupakan perkara yang tercela dalam syari’at Islam yang penuh dengan kemudahan ini. 
Letak Perbedaan Pendapat Dalam Masalah Ini
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa 22\449 :
“Adapun sholat dengan keduanya (yaitu dengan meletakkan lutut sebelum tangan atau meletakkan tangan sebelum lutut-pent.) adalah boleh menurut kesepakatan para ‘ulama. Bila orang yang sholat menginginkan, (boleh) ia meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan bila ia menginginkan, (boleh) ia meletakkan kedua tangannya kemudian kedua lututnya dan sholatnya shohihah (sah/benar) pada dua keadaan (tersebut) menurut kesepakatan para ‘ulama. Tapi (para ‘ulama) berselisih tentang (mana) yang lebih afdhol”.
Dari uraian Ibnu Taimiyah di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
  • Para ulama sepakat bahwa siapa yang sholat, baik ia meletakkan tangan dahulu kemudian lutut ketika akan sujud atau ia mendahulukan lutut lalu tangannya, maka shalatnya adalah sah dan benar.
  • Para ulama sepakat bahwa meletakkan tangan dahulu kemudian lutut atau sebaliknya, keduanya adalah perkara yang boleh dilakukan dalam shalat.
  • Letak perbedaan pendapat para ulama hanyalah pada yang mana lebih afdhol (utama) antara meletakkan tangan dahulu lalu lutut dan mendahulukan lutut kemudian tangan. 
Uraian Pendapat Para Ulama
Tentang mana lebih afdhol antara meletakkan tangan dahulu lalu lutut atau mendahulukan lutut kemudian tangan, ada tiga pendapat dikalangan para ‘ulama :

Pendapat pertama : Tangan dahulu kemudian lutut. Ini pendapat Imam Al-Auza’iy dan salah satu riwayat dari Imam Malik dan Imam Ahmad. Bahkan Ibnu Hazm berlebihan dalam menguatkan pendapat ini sehingga beliau menganggap bahwa meletakkan tangan sebelum lutut adalah perkara yang wajib.

Pendapat kedua : Lutut dahulu kemudian tangan. Ini pendapat Muslim bin Yasar, An-Nakh’iy, Sufyan Ats-Tsaury, Abu Hanifah dan dua muridnya Muhammad dan Abu Yusuf, Asy-Syafi’iy, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan Ibnul Mundzir. Pendapat ini juga dihikayatkan dari ‘Umar bin Khaththab dan anaknya ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma. At-Tirmidzy dan Al-Khaththaby mengatakan bahwa ini adalah pendapat kebanyakan para ‘ulama.

Pendapat ketiga : Boleh tangan dahulu kemudian lutut dan boleh lutut dahulu kemudian tangan. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Malik dan Ahmad.
Pada tempat kepala diletakkan dan kemudian meletakkan kepala kepala dengan menyentuhkan/menekankan hidung dan jidat/kening/dahi ke lantai (tangan sejajar dengan pundak atau daun telinga).

Dari Wail bin Hujr, berkat, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya dan apabila bangkit mengangkat dua tangan sebelum kedua lututnya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Tirmidzi An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ad-Daarimy)

“Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i dan Daraquthni)

“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah kiblat.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim, Al-Baihaqi)

“Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi).

“Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya.”(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa’i)

Cara Sujud

Bersujud pada 7 anggota badan, yakni jidat/kening/dahi dan hidung (1), dua telapak tangan (3), dua lutut (5) dan dua ujung kaki (7). Hal ini berdasar hadits :
Dari Ibnu ‘Abbas berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota badan; yakni kening sekaligus hidung, dua tangan (dalam lafadhz lain; dua telapak tangan), dua lutut, jari-jari kedua kaki dan kami tidak boleh menyibak lengan baju dan rambut kepala.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Jama’ah)
Dilakukan dengan menekan
“Apabila kamu sujud, sujudlah dengan menekan.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian depan telapak kaki ke tanah.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi)
Kedua lengan/siku tidak ditempelkan pada lantai, tapi diangkat dan dijauhkan dari sisi rusuk/lambung.
Dari Abu Humaid As-Sa’diy, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bila sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu beliau.”
(Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau ‘alaihi wasallam bersabda:
“Luruskanlah kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya seperti anjing menghamparkan kakinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Jama’ah kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
“Beliau mengangkat kedua lengannya dari lantai dan menjauhkannya dari lambungnya sehingga warna putih ketiaknya terlihat dari belakang (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Menjauhkan perut/lambung dari kedua paha
Dari Abi Humaid tentang sifat sholat Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Apabila dia sujud, beliau merenggangkan antara dua pahanya (dengan) tidak menopang perutnya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
Merapatkan jari-jemari
Dari Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau ‘alaihi wasallam jika sujud maka merapatkan jari-jemarinya. (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
Menegakkan telapak kaki dan saling merapatkan/menempelkan antara dua tumit
Berkata ‘A-isyah isteri Nabi shalallau ‘alaihi wasallam: “Aku kehilangan Rasulullah shalallau ‘alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku dengar…” (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
Thuma-ninah dan sujud dengan lama
Sebagaimana rukun sholat yang lain mesti dikerjakan dengan thuma-ninah. Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau bersujud baiasanya lama.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan ruku’, berdiri setelah ruku’ dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Sujud Langsung Pada Tanah atau Boleh Di Atas Alas
“Para shahabat sholat berjama’ah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada cuaca yang panas. Bila ada yang tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah maka membentangkan kainnya kemudian sujud di atasnya” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
Bacaan Sujud
Rasulullah membaca
SUBHAANA RABBIYAL A’LAA 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll)
atau kadang-kadang membaca
SUBHAANA RABBIYAL A’LAA WA BIHAMDIH, 3 kali (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll)
atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII (berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Bacaan Yang Dilarang Selama Sujud
“Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku’ dan sujud…”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu ‘Awwanah).
Sujud hendaklah dilakukan dengan tenang dan setelah mantap bacalah salah satu doa sujud sebanyak 3 kali, salah satunya adalah : 

سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ atau Subhana robbiyal A'la wabihamdih artinya Maha Suci Tuhan yang Maha Tinggi lagi Maha Terpuji.



gallery
Duduk Antara 2 Sujud
Langkah 7 :
Setelah selesai melaksanakan Sujud, dilanjutkan dengan Duduk Antara Dua Sujud. Disamping bacaan doa duduk antara dua sujud.

Duduk ini dilakukan antara sujud yang pertama dan sujud yang kedua, pada roka’at pertama sampai terakhir. Ada dua macam tipe duduk antara dua sujud, duduk iftirasy (duduk dengan meletakkan pantat pada telapak kaki kiri dan kaki kanan ditegakkan)
dan duduk iq’ak (duduk dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk diatas tumit). Hal ini berdasar hadits:
Dari ‘A-isyah berkata: “Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghamparkan kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang dari duduknya syaithan.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan menekan dilantai.
Dari Rifa’ah bin Rafi’ -dalam haditsnya- dan berkata Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila engkau sujud maka tekankanlah dalam sujudmu lalu kalau bangun duduklah di atas pahamu yang kiri.” (Hadits dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan lafadhz Abu Dawud)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang duduk iq’ak, yakni [duduk dengan menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya]. (Hadits dikeluarkan oleh Muslim)
Waktu duduk antara dua sujud ini telapak kaki kanan ditegakkan dan jarinya diarahkan ke kiblat:
Beliau menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)
Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat (An-Nasa-i)
Bacaannya
RABBIGHFIRLII, RABBIGHFIRLII
Dari Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan dalam sujudnya (dengan do’a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii.(Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan lafadhz Ibnu Majah)
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WA ‘AAFINII WAHDINII WARZUQNII
(Abu Dawud)
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA’NII
(Ibnu Majah)

ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII
(At-Tirmidzi)

Doa yang dibaca ketika duduk antara dua sujud adalah :


رَبِ ّاِغْفِرْلِيِ وَارْحَمْنِيْ وَارْفَعْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَارْزُقْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَعَاِفِنيْ وَاعْفُ عَنِّيْ


Rabbighfirlii warhamnii warfa'nii wajburnii warzuqnii wahdinii wa 'aafinii wa'fu 'annii

Artinya :

Ya Allah ! ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku, dan angkatlah darjatku dan cukuplah segala kekuranganku dan berilah rezeki kepadaku, dan berilah aku petunjuk dan sejahterakanlah aku dan berilah keampunan padaku.



gallery
Sujud dan Membaca Doa
Langkah 8 :
Setelah selesai melaksanakan duduk antara dua sujud, kembali dilanjutkan dengan Sujud kedua (lihat dan sama dengan langkah ke enam).

Dalam setiap roka’at ada dua sujud, khusus roka'at pertama dan kedua setelah sujud yang kedua bangkit untuk berdiri. Bangkit dari sujud ini disertai dengan takbir dan tidak mengangkat tangan.

Sedangkan pada roka'at yang kedua, bangkit dari sujud ini disertai dengan takbir dan kadang mengangkat tangan (Berdasar hadits dari Ahmad dan Al-Hakim).

 “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian maka rakaat pertama dari sholat sudah selesai dilaksanakan dan selanjutnya sholat memasuki rakaat ke dua.

Cara Bangkit dari Sujud

Pada masalah ini ada dua tempat/kondisi, yaitu bangkit menuju roka’at berikut dari posisi sujud kedua -pada akhir roka’at pertama dan ketiga- dan bangkit dari posisi duduk tasyahhud awal -pada roka’at kedua.> Bangkit/bangun dari sujud untuk berdiri (dari akhir roka’at pertama dan ketiga) didahului dengan duduk istirahat atau tanpa duduk istirahat, bangkit berdiri seraya bertakbir tanpa mengangkat kedua tangan. Ketika bangkit bisa dengan tangan bertumpu pada lantai atau bisa juga bertumpu pada pahanya.


Tangan bertumpu pada satu pahanya
Dari Wail bin Hujr dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ,berkata (Wa-il); “Maka tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersujud dia meletakkan kedua lututnya ke lantai sebelum meletakkan kedua tangannya; Berkata (Wa-il): Bila sujud maka …..dan apabila bangkit dia bangkit atas kedua lututnya dengan bertumpu pada satu paha.” (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud)
Tangan bertumpu pada lantai (tempat sujud)
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika bangkit ke roka’at kedua. (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Diselai duduk istirahat
Dari Malik bin Huwairits bahwasanya di malihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat, maka bila pada roka’at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus.” (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Bangkit dari duduk tasyahhud awwal (dari roka’at kedua) dengan mengangkat kedua tangan seraya bertakbir seperti pada takbiratul ihram.
Mengangkat tangan ketika takbir
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangkit dari duduknya mengucapkan takbir, kemudian berdiri (Hadits dikeluarkan oleh Abu Ya’la)

RAKAAT KE DUA


gallery
Baca Alfatihah dan Ayat

Langkah 9 : Pada rakaat ke dua dan seterusnya tidak lagi dibaca doa iftitah, yang dibaca hanyalah surat Al Fatihah dan salah satu ayat Al Qur'an. Rakaat ke dua dari sholat langkah-langkahnya sama dengan langkah ke tiga sampai dengan langkah ke delapan.

Apabila sholat yang dilaksanakan jumlah rakaatnya adalah empat rakaat, maka setelah sujud yang ke dua pada rakaat ke dua, dilanjutkan dengan Tasyahud Awal. Tetapi apabila jumlah sholatnya dua rakaat, maka setelah sujud yang kedua dilanjutkan dengan Tasyahud Akhir. Begitu juga untuk jumlah sholat yang tiga rakaat, maka sujud yang kedua pada rakaat yang ke tiga, dilanjutkan dengan Tasyahud Akhir.


Duduk Tasyahud


Tasyahhud awwal dan duduknya merupakan kewajiban dalam sholat
Tempat dilakukannya
Duduk tasyahhud awwal terdapat hanya pada sholat yang jumlah roka’atnya lebih dari dua (2), pada sholat wajib dilakukan pada roka’at yang ke-2. Sedang duduk tasyahhud akhir dilakukan pada roka’at yang terakhir. Masing-masing dilakukan setelah sujud yang kedua.
Cara duduk tasyahhud awwal dan tasyahhud akhir
Waktu tasyahhud awwal duduknya iftirasy (duduk diatas telapak kaki kiri)
sedang pada tasyahhud akhir duduknya tawaruk (duduk dengan kaki kiri dihamparkan kesamping kanan dan duduk diatas lantai),
pada masing-masing posisi kaki kanan ditegakkan.
Dari Abi Humaid As-Sa’idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkat, “Maka apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk dalam dua roka’at (-tasyahhud awwal) beliau duduk diatas kaki kirinya dan bila duduk dalam roka’at yang akhir (-tasyahhud akhir) beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai dll).” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).
Letak tangan ketika duduk
Untuk kedua cara duduk tersebut tangan kanan ditaruh di paha kanan sambil berisyarat dan/atau menggerak-gerakkan jari telunjuk dan penglihatan ditujukan kepadanya, sedang tangan kirinya ditaruh/terhampar di paha kiri.
Dari Ibnu ‘Umar berkata Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam bila duduk didalam shalat meletakkan dua tangannya pada dua lututnya dan mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa dengannya sedang tangannya yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau hamparkan padanya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
Berisyarat dengan telunjuk, bisa digerakkan bisa tidak
Selama melakukan duduk tasyahhud awwal maupun tasyahhud akhir, berisyarat dengan telunjuk kanan, disunnahkan menggerak-gerakkannya. Kadang pada suatu sholat digerakkan pada sholat lain boleh juga tidak digerak-gerakkan.
“Kemudian beliau duduk, maka beliau hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh tangannya yang kiri atas pahanya dan lututnya yang kiri dan ujung sikunya diatas paha kanannya, kemudian beliau menggenggam jari-jarinya dan membuat satu lingkaran kemudian mengangkat jari beliau maka aku lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo’a dengannya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
“Dari Abdullah Bin Zubair bahwasanya ia menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerakannya.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud).

Bacaan Tasyahud Awal adalah : 



التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى  مُحَمَّد



Attahiyyaatul mubaarakaatush sholawaatuth thayyibatul lillaah, Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh, Assalaamu’alainaa wa’alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah, Waasyhadu anna Muhammadar rasuulullaah. Allahhumma sholli ‘alaa   Muhammad.




gallery
Tasyahud Awal
Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan bagi Allah, salam, rahmat, dan berkahNya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam keselamatan semoga tetap untuk kami seluruh hamba yang shaleh-shaleh. Ya Allah aku bersumpah dan berjanji bahwa tiada ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau ya Allah, dan aku bersumpah dan berjanji sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan-Mu Ya Allah. Ya Allah, limpahkan shalawat-Mu kepada Nabi Muhammad.

Setelah selesai membaca Tasyahud Awal, maka untuk sholat dengan jumlah tiga atau empat rakaat, langkah berikutnya sama dengan langkah ke dua sampai ke delapan.


RAKAAT KE TIGA :


Setelah selesai membaca Tasyahud Awal, maka langkah berikutnya sama dengan langkah ke dua tetapi tanpa membaca ayat Al Qur'an. dan demikian seterusnya sampai langkah ke delapan. Untuk sholat Maghrib, setelah sujud yang ke enam, dilanjutkan dengan duduk tasyahud akhir serta membaca Tasyahud Akhir dan di tutup dengan Salam.


RAKAAT KE EMPAT


Apabila sholat yang dilaksanakan jumlah rakaatnya adalah empat rakaat, maka setelah rakaat ke tiga, langkah berikutnya sama dengan langkah ke tiga sampai ke delapan. Apabila sudah selesai melaksanakan sujud yang ke delapan maka dilanjutkan dengan duduk dan membaca Tasyahud Akhir (At Tahiyyaat dan As Sholawaat).

Membaca do’a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat

Do’a tahiyyat ini ada beberapa versi, untuk hendaklah dipilih yang kuat dan lafadhznya belum ditambah-tambah. Salah satu contoh riwayat yang baik adalah sebagai berikut :

Berkata Abdullah : “Kami apabila shalat di belakang nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keselamatan atas jibril dan mikail keselamatan atas si fulan dan si fulan maka rasulullah berpaling kepada kami. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : sesungguhnya Allah itu As-salam maka apabila shalat hendaklah kalian itu mengucapkan :

“AT-TAHIYYAATU LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU’ALAIKA AYYUHAN NABIY WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU ‘ALAINA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHIS SHALIHIN. ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUHU”

artinya: segala kehormaatan, shalawat dann kebaikan kepunyaan Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; -karena sesungguhnya apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih di langit dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba daan utusan-Nya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).

Dari Ka’ab bin Ujrah berkata : “Maukah aku hadiahkan kepadamu sesuatu ? Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami, maka kami berkata : ‘Ya Rasulullah kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lantas bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau berkata : ucapkanlah :

“ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”

artinya: “Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”

Berdo’a berlindung dari empat (4) hal.

Hal ini dilakukan pada duduk tasyahhud akhir saja.
…..Apabila kamu telah selesai bertasyahhud akhir maka… (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Agar tidak menyalahi riwayat -hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam- ini maka dalam tasyahhud awwal bacaannya berhenti sampai membaca sholawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedang ta’awudz (berlindung dari 4 hal) ini dibaca hanya ketika tasyahhud akhir.

Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:

“ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.”

artinya: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)

Berdo’a dengan do’a/permohonan lainnya

…kemudian (supaya) dia memilih do’a yang dia kagumi/senangi…
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Al-Bukhari) Membaca do’a At-Tahiyyaat dan As-Sholawaat.

Salah Satu Bacaan Sholawatt

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى  مُحَمَّد وعلى آلِ  مُحَمَّد كَمَا صَلَّبْتَ عَلَى  إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ   إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى  مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ   مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى   إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ  إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد. اَلْلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيْحِ الدَجَّالِ.


Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibatul lillaah, Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh, Assalaamu’alainaa wa’alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah, Waasyhadu anna Muhammadar rasuulullaah. Allahhumma shalli ‘alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad, kamaa shallaita 'alaa Ibraahim, wa 'alaa aali Ibraahim. Wabaarik ‘alaa Muhammad, wa 'alaa aali Muhammad, kamaa baarakta 'alaa Ibraahim, wa 'alaa aali Ibraahim. Fil 'aalamiina innaka hamiidum majiid. Allaahumma innii a'uudzubika min 'adzaabi jahannama wamin 'adzaabil qabri wamin fitnatil mahyaa wamamaati wamin fitnatil masiihid dajjaal.




gallery
Tasyahud Akhir
Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan bagi Allah, salam, rahmat, dan berkahNya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam keselamatan semoga tetap untuk kami seluruh hamba yang shaleh-shaleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah! Limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad. “ Sebagimana pernah Engkau beri rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahilah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya. Sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. “ Diseluruh alam semesta Engkaulah yang terpuji, dan Maha Mulia.” Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam dan siksa kubur serta dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari kejahatan fitnahnya dajal.

SALAM

Salam sebagai tanda berakhirnya gerakan sholat, dilakukan dalam posisi duduk tasyahhud akhir setelah membaca do’a minta perlindungan dari 4 fitnah atau tambahan do’a lainnya.
“Kunci sholat adalah bersuci, pembukanya takbir dan penutupnya (yaitu sholat) adalah mengucapkan salam.” (Hadits dikeluarkan dan disahkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Adz-Dzahabi).

Caranya
Dengan menolehkan wajah ke kanan seraya mengucapkan do’a salam kemudian ke kiri.
Dari ‘Amir bin Sa’ad, dari bapaknya berkata: Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya hingga terlihat putih pipinya. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)

Dari ‘Alqomah bin Wa-il, dari bapaknya, ia berkata: Aku sholat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau membaca salam ke sebelah kanan (menoleh ke kanan): “As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh.” Dan kesebelah kiri: “As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi.” (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)

Macam-macam Bacaan Salam

Kadang-kadang beliau saw membaca:
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

atau
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

atau
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi— As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)

atau
As Salamu’alaikum Wa Rahmatullahi— As Salamu’alaikum (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan An-Nasa-i)

atau
As Salamu’alaikum dengan sedikit menoleh ke kanan tanpa menoleh ke kiri
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)

Gerak yang dilarang
Sering terlihat orang yang mengucapkan salam ketika menoleh ke-kanan dibarengai dengan gerakan telapak tangan dibuka kemudian ketika menoleh ke kiri tangan kirinya di buka. Gerakan tangan ini dilarang oleh shallallahu ‘alaihi wa sallam.



gallery
Membaca Salam

Langkah 10
Setelah membaca tahiyyat akhir, dilanjutkan dengan membaca salam ke arah kanan dan salam ke arah kiri, bacaan salam yaitu

 اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الله

Assalaamu 'alaikum warahmatullaah.
Keselamatan dan rahmat buat Anda sekalian. 
Pembacaan salam di mulai dengan memiringkan kepala ke arah kanan dan kemudian ke arah kiri.




Sholat Dalam Perspektif Empat Madhzab

Arkan


a.    Niat
Niat secara etimologi berarti menyengaja. Menurut terminology, niat adalah menyengaja suatu perbuatan karena mengikuti perintah Allah supaya diridhoi-Nya. Madzhab empat sepakat bahwa niat pada shalat lima waktu itu hukumnya Wajib. Akan tetapi mereka beda pendapat tentang apakah niat itu rukun atau syarat.
Madzhab Syafi’I dan Maliki sepaham bahwa niat itu menjadi rukunnya sholat. Namun Hanafiyah dan Hanabilah sepakat pula bahwa niat itu menjadi rukun daripada shalat lima waktu, tapi bukan syarat.

b.    Berdiri bagi yang mampu
Seluruh madzhab telah sepakat bahwa berdiri bagi yang mampu/kuat berdiri dalam sholat wajib adalah termasuk rukun. Maka orang tidak kuasa berdiri boleh shalat sambil duduk, kalau tidak kuasa duduk maka boleh dengan berbaring, dan kalau tidak kuasa berbaring boleh dengan melentang, dan kalau masih tidak kuasa juga maka shalatlah dengan sebisanya, sekalipun dengan isyarat. Yang penting shalat tidak ditinggalkan selama nyawa dan iman masih ada. Pada shalat fardhu diwajibkan berdiri karena berdiri adalah rukunnya sholat. Tetapi pada shlat sunnat berdiri itu tidak menjadi rukun.

c.    Takbiratul Ihram
Shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW ;
“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain perbuatan shalat) adalah takbir dan penghabisannya adalah salam” (HR. Ahmad)
Takbiratul ihram adalah ucapan Allahu Akbar. Menurut Maliki, Hambali dan Syafi’I, tidak boleh diganti dengan lafadhz lain namun boleh berubah jika akbar-Nya hanya ditambah “al” (dengan memakai alif dan lam menjadi Allah al-Akbar / Allah al-Akbar). Dan Hanafi berpendapat boleh diganti dengan kata lain yang sesuai atau yang sama artinya dengan kata-kata tersebut. Seperti “Allahu al-A’dzam” dan “Allahu al-Jalil”.

d.    Membaca Surat Al-Fatihah
Menurut Hanafi, membaca al-Fatihah dalam shalat fardlu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari al-Qur’an itu boleh, berdasarkan al-Qur’an surat Muzammil ayat 20, “Bacalah apa yang mudah bagimu dari al-Qur’an”. Membaca al-Fatihah hanya diwajibkan pada dua rakaat pertama saja. Boleh meninggalkanbasmalah karena ia tidak termasuk bagian dari surat.
Menurut imam Syafi’I, membaca al-fatihah itu wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya. Baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir. Baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmallah itu bagian dari surat yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun. Berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW:
Tidalah shalat bagi seseorang yang tidak membaca surat al-fatihah
Imam maliki berpendapat bahwa membaca al-fatihah itu harus pada setiap rakaat, baik poada rakaat pertama maupun pada rakaat terakhir, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmallah bukan bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan.
Imam Hambali berpendapat wajib membaca suratal-fatihah pada setiap rakaat dan sesudahnya disunnahkan membaca surat surat al-Qur’an pada dua rakaat yang pertama. Basmallah merupakan bagian dari surat tapi cara membacanya harus dengan pelan-pelan dan tidak boleh dibaca dengan keras.

e.    Ruku’ serta thuma’ninah
Semua Ulama sepakat bahwa ruku’ adalah wajib dilakukan di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tantang wajib atau tidaknya berthuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam.
Imam Hanafi: yang mewajibkan semata-mata membungkukkan badan dengan lurus dan tidak wajibthuma’ninah.
Madzhab-madzhab yang lain: wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan diwajibkan berthuma’ninah dan tidak bergerak ketika ruku’.

f.     I’tidal serta thuma’ninah
Imam Hanafi: tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni I’tidal dan dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.
Madzhab-madzhab lain; wajib mengangkat kepalanya dan ber’itidal serta disunnahkan membacatasmi’ , yaitu mengucapkan “samiallahu liman hamidah

g.    Sujud dua kali serta thuma’ninah
Semua Ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. Apakah yang menempel itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung jari kaki) atau hanya sebagian.
Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi: yang wajib menempel hanya dahi, sedangkan yang lainnya adalah sunnah. Namun Hanafi berpendapat yang wajib dalah dahi atau hidung.
Hambali : yang diwajibkanitu semua anggota yang tujuh secara sempurna, bahkan Hambali menambah hidung, sehingga menjadi delapan.
Ulama empat mazhab pun berbeda pendapat dalam hal apakah kedua telapak tangan wajib dibuka saat sujud seperti dahi dan hidung. Mazhad Hanafi dan Hambali berpendapat tidak wajib. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat wajib. Adapun mazhab Syafi’I ada dua pendapat (wajib dan tidak), namun yang paling shahih dari mazhab Syafi’I adalah yang berpendapat wajib.

h.    Duduk di antara dua sujud serta thuma’ninah
Ulama empat mazhab telah sepakat bahwa duduk diantara dua sujud adalah masyru’ (disyariatkan dalam shalat), namun mereka berbeda tentang hukumnya; apakah wajib atau tidak.
Imam Malik berpendapat sunnah. Adapun mazhab Syafi’I dan imam Ahmad dan Abu Hanifah berpendapat wajib, hanya saja Abu Hanifah tidak mensyaratkan harus lurus tegak duduk (cukup dengan setengah duduk yang condong pada duduk; tidak condong pada sujud).

i.      Duduk tasyahud akhir
Tahiyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian. Pertama yaitu tahiyat yang terjadi setelah dua rakaat yang pertama dari shalat magrib dan isya’, dhuhur dan ashar dan tidak di akhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyat yang di akhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga atau empat rakaat.
Imam Hambali: tahiyat yang pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain: hanya sunnah, bukan wajib.
Imam Syafi’I, Hambali: tahiyat yang akhir adalah wajib sedangkan menurut Maliki dan Hanafi hanya sunnah, bukan wajib.

j.      Membaca do’a tasyahud akhir
Ulama empat mazhab telah sepakat bahwa membaca do’a tasyahud akhir adalah disyariatkan dalam shalat, namun mereka berbeda pendapat dalam hal apakah wajib atau tidak.
Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat sunnah, sedangkan mazhab Syafi’I dan Hambali berpendapat wajib.

k.    Membaca sholawat pada Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir
Para ulama empat mazhab telah sepakat bahwa bershalawat pada Nabi Muhammad di do’a tasyahudakhir adalah masyru’ (disyariatkan). Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir.
Namun mereka berbeda pendapat dalam hal kefardhuannya. Mazhab Maliki dan Hanafi berpendapat tidak wajib (hanya sunnah) sedangkan mazhab Syafi’I dan Hambali berpendapat wajib.
Adapun membaca shalawat atas keluarga beliau menurut Syafi’I tidak wajib, melainkan sunnah, namun sebagian Ulama mazhab Syafi’I ada yang mewajibkannya. Adapun menurut mazhab Hambali adalah afdhol (lebih baik) jika juga bershalawat pada keluarga beliau.

l.      Mengucapkan salam
mereka telah sepakat bahwa slam dimasyru’kandalam shalat, namun mereka berbeda pendapat dalam empat hal, yaitu tentang berapa jumlah salam, mana salam yang wajib, apakah salam termasuk bagian fari shalat atau sudah keluar dari shalat, dan apakah wajib niat keluar dari shalat saat mengucapkan salam.
Bilangan salam adalah dua kali menurut mazhab Hanafi, Syafi’I dan Hambali. Sedangkan menurut mazhab Maliki, bilangan salam adalah satu bagi imam shalat atau orang yang shalat sendirian, namun bagi makmum ada tiga salam, yaitu selam ke kanan, lalu ke kiri dan kemudian lurus kedepan sebagai jawab bagi salamnya imam.
Dan hukum mengucapkan salam menurut imam Syafi’I, Maliki dan Hambali adalah wajib sedangkan Hanafi tidak wajib.sedangkan bilangan salam yang wajib, menurut Imam Hambali wajib mengucapkan salam dua kali, sedangkan Imam-imam yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib.
Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa salam salam termasuk dalam shalat, sedangkan mazhab Hanafi berpendapat sebaliknya (salam bukan termasuk bagian dari ibadah shalat).
Mazhab Maliki, Hambali dan sebagian besar Syafi’iyah berpendapat wajib hukumnya niat keluar dari shalat saat salam. Sedangkan mazhab Hanafi dan sebagian Ulama Syafi’iyah berpendapat tidak wajib, dan niat keluar dari shalat itu tidak perlu diniatkan, tapi cukup dengan melakukan sesuatu yang membatalkan shalat setelah salam, maka sudah termasuk keluar dari shalat.

m.  Menertibkan semua rukun
Artinya meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang telah disebutkan diatas. Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul ihram wajib didahulukan dari sujud, begitu juga seterusnya. Dan ini sudah menjadi kesepakatan seluruh Ulama dan tidak ada perbedaan sama sekali.

2.    Al-Sunan

a.    Adzan dan Iqamah
Adzan dan iqamah sebelum melaksanakan shalat fardhu (termasuk jum’at) menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’I berpendapat sunnah muakadah,khususnya untuk shalat lima waktu yang akan dilaksanakan dengan berjamaah. Adapun mazhab Hambali berpendapat dengan fardhu kifayah dalam sekelompok masyarakat atau kampong.
Sedangkan untuk shalat-shalat sunnah, walaupun berjama’ah seperti shalat idul fitri tidak disyariatkan adzan dan iqamah, namun disunnahkan dengan panggilan “ashatul jami’ah.”

b.    Membaca tahiyat awal
Membaca do’a tahiyyat awal dan duduk dalamtahiyyat awal adalah sunnah menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’I, tetapi menurut mazhab Hambali wajib.

c.    Membaca do’a qunut dalam rakaat kedua dalam shalat shubuh dan shalat witir pada tiap malam dalam daparoh kedua bulan ramadhan.
  • Syafi’I       : sunnah pada shalat subuh, setelah mengangkat kepala dari ruku’ pada rakaat kedua.
  •  Maliki        : sunnah dalam shalat subuh saja.
  • Hanafi      : tidak ada qunut kecuali dalam shalat witir.
  • Hambali   : hanya pada shalat witir bukan pada shalat lainnya.

d.    Kaifiyah (Tata Cara Shalat)
Jika waktu shalat sudah tiba, hendaknya seorang Muslim berdiri dalam keadaan suci  , menutup aurat dan menghadap kiblat, lalu iqamah. Setelah iqamah mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahunya atau sejajar dengan telinga sambil berniat dalam hati dan mengucapkan “Allahu Akbar”, kemudian meletakkan kedua tangannya diatas dadanya dengan meletakkan tangan kanan diatas kanan kiri, kemudaian membaca do’a iftitah, kemudian membaca lalu membaca al-Fatihah kemudian dilanjutkan membaca amin stelah ayat terakhir al-Fatihah.
Kemudain membaca surat atau bebrapa ayat al-Qur’an yang dianggap mudah baginya, kemudian mengangkat kedua tangan sama seperti takbiratul ihram serta melakukan ruku’ sambil mengucap Allahu Akbar, kemudain meletakkan kedua telapak tangan pada kedua lutut sambil meratakan punggung dengan tidak mendongakkan kepalanya dan tidak juga menundukkan,
tetapi meratakan sejajar dengan punggung dan pada ruku’ hendaknya membaca “Subhanallah rabbiyal ‘azhimi wa bi hamdih” sebanyak tiga kali atau lebih, kemudian bangkit dari ruku’ sambil mengangkat kedua tangan sambil membaca “Sami’allahu liman hamidah” kemudaian I’tidal (berdiri tegak) sambil membaca do’a yang umum dibaca ketika I’tidal, kemudain sujud sambil membaca “Subhaana rabiyal a’la” sebanyak tiga kali atau lebih.
Setelah itu bangkit dari sujud sambil mengucapkan takbir kemudian duduk iftirasy dengan meletakkan bokongnya di atas telapak kaki kirinya serta menegakkan kaki kanannya sambil berdo’a yang sudah umum, kemudian sujud seperti sebelumnya, kemudain berdiri untuk menunaikan rakaat kedua dan melakukan seperti sebelumnya.
Jika sholat jumlah rakaatnya dua seperti sholat shubuh maka membaca tasyahud serta shalawat Nabi dan keluarganya (lebih utama dengan shalawat Ibrahimiyah), kemudian salam sambil mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah” dan menoleh ke kanan dan salam lagi sambil menoleh ke kiri.
Jika jumlah rakaatnya seperti tadi, hendaknya setelah tasyahud berdiri lagi dan mengangkat kedua tangan sama seperti takbir lain, lalu menyempurnakan shalat seperti rakaat sebelumnya, hanya saja dalam hal bacaan cukup membaca al-Fatihah. Setelah selesai hendaknya melakukan sujud tawaruk..














http://mencobataubat.blogspot.co.id/p/tata-cara-sholat.html
https://sholat.wordpress.com/