TUJUAN PUASA
Tujuan puasa adalah menjalankan kewajiban sebagai Muslim (Rukun Islam Keempat) dan mencapai derajat takwa (QS. 2:183). Takwa secara umum adalah “melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya”.
Berikut ini
pendapat sejumlah ulama tentang takwa:
- Ibnu
Katsir: “Melakukan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan apa yang
dilarang-Nya”.
- Imam
Al-Ghazali: “Takut, taat, menyucikan hati dari dosa, serta menjauhkan
setiap apa yang ditakuti akan membawa mudharat kepada agama”.
- Imam
ar-Raghib al-Ashfahani: “Menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya
berdosa dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, menjadi sempurna
dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan.”
- Imam
an-Nawawi: “Menaati perintah dan larangan-Nya”.
- Imam
al-Jurjani: “Menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik
dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.”
Takwa juga
sering diartikan ‘takut’, yakni takut akan amarah dan siksa Allah, takut tidak
bisa menjadi hamba Allah yang bersyukur, takut tidak menjadi mukmin atau muslim
sejati, atau takut masuk neraka.
Takwa juga
dimaknai sebagai sikap hati-hati, untuk tidak melanggar larangan Allah. Seorang
sahabat Nabi perawi hadits, Abu Hurairah, memakai ilustrasi yang cukup menarik.
Saat ditanya
soal takwa, Abu Hurairah balik menanyakan, “Apakah engkau pernah melewati
jalanan berduri?” Si penanya menjawab, “Ya”. Abu Hurairah bertanya lagi, “Lalu,
apa yang engkau lakukan?” Orang itu menjawab, “Jika aku melihat duri maka aku
menyingkir darinya, atau aku melompatinya, atau aku tahan langkah”. Kata Abu
Hurairah, “Seperti itulah takwa!”.Wallahu a’lam.*
Sumber:
Al-Qur’anul Kariem, Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-Ashqolani, Shahih
Bukhori dan Shahih Muslim, Tafsir Ibnu Katsier, Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq,
dll.
Keutamaan Bulan Ramadhan
Ramadhan
adalah Bulan Diturunkannya Al-Qur’an
Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih
sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al-Qur’an diturunkan.
Sebagaimana Allah ta’ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي
أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى
وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah [2] :
185)
Ibnu
Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia
ini mengatakan,”(Dalam ayat ini) Allah ta’ala memuji
bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji
demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al
Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah
telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya
pada para Nabi ‘alaihimus salam.” (Tafsirul
Qur’anil Adzim, I/501, Darut Thoybah)
Setan-setan
Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika
Ramadhan Tiba
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ
فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ
الشَّيَاطِينُ
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga
dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR.
Muslim)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Pintu-pintu surga
dibuka pada bulan ini karena banyaknya amal saleh dikerjakan sekaligus untuk
memotivasi umat islam untuk melakukan kebaikan. Pintu-pintu neraka ditutup
karena sedikitnya maksiat yang dilakukan oleh orang yang beriman. Setan-setan
diikat kemudian dibelenggu, tidak dibiarkan lepas seperti di bulan selain
Ramadhan.” (Majalis Syahri Ramadhan,
hal. 4, Wazarotul Suunil Islamiyyah)
Terdapat
Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan
Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari
seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Pada malam inilah
-yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan- saat diturunkannya Al Qur’anul
Karim.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي
لَيْلَةِ الْقَدْرِ – وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ – لَيْلَةُ
الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya
(Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam
kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”
(QS. Al Qadr [97] : 1-3)
Dan Allah ta’ala juga
berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي
لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada
suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.”
(QS. Ad Dukhan [44] : 3)
Ibnu Abbas, Qotadah dan Mujahid mengatakan bahwa malam
yang diberkahi tersebut adalah malam lailatul qadar. (Lihat Ruhul
Ma’ani, 18/423, Syihabuddin Al Alusi)
Bulan
Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Doa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ
يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ
“Sesungguhnya Allah membebaskan
beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan
Ramadhan,dan
setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.”
(HR. Al Bazaar sebagaimana dalam Mujma’ul Zawaid dan Al Haytsami mengatakan periwayatnyatsiqoh/terpercaya. Lihat Jami’ul
Ahadits, Imam Suyuthi)
Keutamaan
Puasa
1.
Puasa adalah Perisai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الصِّيَامُ
جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ
“Puasa adalah perisai yang dapat
melindungi seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Baihaqi,
dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’)
2.
Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Pahala yang Tak Terhingga
3.
Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Dua Kebahagiaan
4.
Bau Mulut Orang yang Bepuasa Lebih Harum di Hadapan Allah daripada Bau
Misik/Kasturi
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ : كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ ، فَإِنَّهُ لِى ، وَأَنَا أَجْزِى
بِهِ . وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ ، فَلاَ
يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ ، أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ
إِنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ . وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ
الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ ، لِلصَّائِمِ
فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ ، وَإِذَا لَقِىَ رَبَّهُ فَرِحَ
بِصَوْمِهِ
“Allah
berfirman,’Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa tersebut
adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Apabila
salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor, jangan pula
berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci dan mengajak berkelahi maka
katakanlah,’Saya sedang berpuasa’. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi
Allah pada hari kiamat daripada bau misk/kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa
ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan bukanya dan ketika
bertemu Allah mereka bergembira karena puasanya’. “ (HR. Bukhari dan Muslim)
5.
Puasa akan Memberikan Syafaat bagi Orang yang Menjalankannya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ
يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَىْ رَبِّ
مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. وَيَقُولُ
الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. قَالَ
فَيُشَفَّعَانِ
“Puasa dan Al-Qur’an itu akan
memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat nanti. Puasa akan
berkata,’Wahai Tuhanku, saya telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat,
karenanya perkenankan aku untuk memberikan syafaat kepadanya’. Dan Al-Qur’an
pula berkata,’Saya telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya
perkenankan aku untuk memberi syafaat kepadanya.’ Beliau bersabda, ‘Maka syafaat keduanya diperkenankan.’” (HR.
Ahmad, Hakim, Thabrani, periwayatnya shahih sebagaimana dikatakan oleh Al
Haytsami dalam Mujma’ul Zawaid)
6.
Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Pengampunan Dosa
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah
maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)
7.
Bagi Orang yang Berpuasa akan Disediakan Ar Rayyan
Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ
بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، يُقَالُ أَيْنَ
الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا
دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya
di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat
orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada
seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan kepada
mereka,’Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun
berdiri dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali
mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi
seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut”.(HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga pembahasan di atas dapat mendorong kita agar lebih
bersemangat untuk mendapatkan keutamaan berpuasa di bulan Ramadhan dengan cara
menghiasi hari-hari di bulan yang penuh berkah tersebut dengan amal saleh yang
sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya yang mulia.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Waktu Menahan atau Imsyak
RUKUN PUASA
YANG WAJIB PUASA
Di sebagian negeri terdapat waktu yang terletak sekitar 10 menit
sebelum fajar, yang disebut “waktu imsak”. Pada waktu imsak tersebut,
orang-orang mulai berpuasa dan menahan diri dari makan dan minum. Apakah
perbuatan semacam ini benar?
Perbuatan
semacam itu tidak benar, karena Allah ta’ala memperbolehkan
orang yang berpuasa untuk makan dan minum sampai jelas terbitnya fajar. Allah
berfirman,
>وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ
مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ
“Makan dan minumlah hingga tampak jelas untukmu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Q.s. Al-Baqarah:187)
Juga
telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1919) dan Muslim (no. 1092) dari Ibnu
Umar dan Aisyah radhiallahu ‘anhum bahwa Bilal berazan pada suatu malam,
kemudian Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ،
فَإِنَّهُ لا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Makan dan minumlah hingga Ibnu Ummi Maktum berazan. Dia
tidaklah mengumandangkan azan hingga fajar terbit.”
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits tersebut
terdapat pembolehan makan, minum, berhubungan badan antara suami-istri, dan
seluruh hal (yang diperbolehkan syariat,pent.) hingga
fajar terbit. (Syarh Shahih Muslim,
7: 202)
Al-Hafizh
Ibnu Hajar mengutarakan, dalam Fathul Bari, 4:199, “Di antara bid’ah yang
mungkar adalah amalan yang dikarang-karang pada zaman ini, yaitu seseorang
mengumandangkan azan kedua sebelum fajar terbit, (azan tersebut dikumandangkan)
pada sekitar sepertiga jam (kurang lebih 20 menit sebelum fajar, pent.) saat Ramadhan. dan diiringi dengan
memadamkan lampu sebagai tanda dilarangnya makan dan minum bagi orang yang
hendak berpuasa, dengan anggapan orang yang melakukannya sebagai bentuk
kehati-hatian dalam beribadah.
Syekh
Ibnu Utsaimin ditanya tentang sebagian orang yang membatasi waktu imsak sebelum
fajar, sekitar seperempat jam sebelumnya. Beliau menjawab, “Ini termasuk bid’ah,
tidak ada landasannya dari As-Sunnah. Akan tetapi, yang benar, As-Sunnah
berkebalikan dengan itu, karena Allah berfirman dalam kitab-Nya Al-‘Aziz,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمْ الْخَيْطُ
الأَبْيَضُ مِنْ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنْ الْفَجْرِ
“Makan dan minumlah hingga tampak jelas untukmu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Q.s. Al-Baqarah:187)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pun
bersabda,
إن بلالاً يؤذن بليل فكلوا واشربوا حتى تسمعوا أذان ابن أم مكتوم ،
فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر
“Bilal berazan pada suatu malam, maka makan dan minumlah
hingga Ibnu Ummi Maktum berazan. Dia tidaklah mengumandangkan azan hingga fajar
terbit.”
Waktu
imsak yang ditentukan oleh sebagian orang ini merupakan tambahan yang tidak
diwajibkan Allah ‘azza wa jalla. Dengan demikian, amalan ini
batil dan tergolong tindakan melampau batas dalam agama Allah. Sungguh, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah
bersabda,
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ ، هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ ، هَلَكَ
الْمُتَنَطِّعُونَ
“Celakalah orang-orang yang melampaui batas, celakalah
orang-orang yang melampaui batas, celakalah orang-orang yang melampaui batas.”
(H.r. Muslim, no. 2670)
(Sumber: http://islamqa.com/ar/ref/12602/)
Demikianlah,
Saudariku. Waktu imsak yang sebenarnya adalah waktu shalat subuh itu
sendiri. Jadi, selama 15 menit sebelum azan subuh, seseorang
tetap boleh makan, minum, dan melakukan hal lainnya yang diperbolehkan syariat.
Semangat
beribadah dan sikap ekstra “hati-hati” yang tidak pada tempatnya justru akan
berseberangan dengan syariat Islam. Agama ini telah sempurna, sehingga kita
tidak perlu repot-repot mengarang-ngarang aturan baru di dalamnya. Beramal
berdasarkan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah jalan yang paling mudah dan
paling selamat. Semoga Allah berkenan menerangi jalan kita menuju amalan yang
dicintai dan diridhai-Nya. Amin .....
RUKUN PUASA
Niat puasa sejak malam hari
–sebelum masuk waktu fajar/subuh.
Menahan makan, minum, jima’ dengan isteri pada siang hari sejak
terbit fajar sampai terbenam matahari.
“Dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar, lalu sempurnakanlah puasa itu sampai malam” (QS. Al-Baqarah:187).
“Barangsiapa yang tidak beniat (puasa Ramadhan) sejak malam, maka
tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Dawud).
“Barangsiapa yang tidak beniat (puasa Ramadhan) sejak malam, maka
tidak ada puasa baginya” (HR. Abu Dawud).
- Orang beriman
(Muslim/Muslimah)
- Aqil Baligh/mukallaf/dewasa.
- Sehat/waras/sadar /tidak
gila.
Orang
yang diwajibkan puasa Ramadhan adalah setiap orang beriman (lelaki dan wanita)
yang sudah baligh/dewasa dan sehat akal/sadar.
“Telah diangkat pena (kewajiban syar’i/taklif) dari tiga golongan:
dari orang gila sehingga dia sembuh, dari orang tidur sehingga bangun, dan dari
anak-anak sampai ia bermimpi/dewasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
YANG DILARANG PUASA
Yang dilarang puasa adalah
wanita yang sedang haidh sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan puasanya.
Di luar Ramadhan ia wajib mengqadha puasa yag ditinggalkannya selama dalam
haidh.
“Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra. ia berkata, saat kami haidh pada
masa Rasulullah Saw, kami dilarang puasa dan diperintahkan mengqadhanya, dan
kami tidak diperintah mengqadha shalat”
(HR Bukhari-Muslim).
YANG DIBERI KELONGGARAN UNTUK
TIDAK PUASA
Orang beriman yang
dibolehkan untuk tidak puasa Ramadhan, tetapi wajib mengqadha pada bulan lain,
ialah:
- Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
- Orang yang bepergian (musafir). Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan puasa dalam safarnya, tetapi yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan diri untuk puasa.
- Orang mukmin yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan puasa dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari seorang miskin). Mereka adalah orang yang tidak lagi mampu mengerjakan puasa karena:
- Umurnya sangat tua dan lemah.
- Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
- Karena hamil dan khawatir akan kesehatan dirinya.
- Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
- Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan sambil puasa, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan.
“Maka ditetapkanlah kewajiban puasa bagi setiap orang yang mukim
dan sehat dan diberi rukhsah (keringanan) untuk orang yang sakit dan bermusafir
dan ditetapkan cukup memberi makan orang miskin bagi orang yang sudah sangat
tua dan tidak mampu puasa” (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Al-Baihaqi).
“Wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir atas
kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak puasa dan cukup membayar fidyah
memberi makan orang miskin “(HR. Abu Dawud).
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA BULAN RAMADHON
Hal-hal yang membatalkan puasa Ramadhan bukan hanya sekadar makan dan minum sebelum tiba azan maghrib.
Pada sisi lain, bergunjing dan marah, tidak tergolong kegiatan yang membatalkan
puasa, hanya saja menghilangkan esensi dan mengurangi pahala puasa. Lalu,
apa saja perbuatan yang membuat puasa kita tidak sah?
Hal yang membatalkan puasa, adalah makan dan minum, atau memasukkan sesuatu ke
dalam lubang tubuh dengan sengaja. Dasarnya adalah Q.S. Al-Baqarah: 187, “..
.makan dan minumlah hingga waktu fajar tiba (yang) dapat membedakan antara
benang putih dan hitam…”.
Perkecualian terjadi pada mereka yang tidak sengaja makan dan minum. Diriwayatkan, “Barangsiap lupa berpuasa, kemudian ia makan dan minum, hendaklah ia menyempurnakan puasa, karena sesungguhnya Allah yang memberikan makan dan minum tersebut”. (H.R. Bukhari)
Kedua, melakukan hubungan
badan secara sengaja. Yang tergolong dalam hubungan badan adalah, masuknya alat
kelamin pria dengan wanit dalam keadaan sengaja dan sadar.
Ketiga, melakukan pengobatan
pada kemaluan atau dubur, yang memungkinkan masuknya sesuatu dari salah satu
lubang tersebut.
Keempat, muntah dengan sengaja.
Sebaliknya, jika kita muntah karena sakit atau tidak disengaja, puasanya masih
sah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa
yang tidak sengaja muntah, ia tidak diwajibkan mengganti puasanya, dan barang
siapa yang sengaja muntah maka ia wajib mengganti puasa”.
Kelima, keluarnya air mani
karena adanya sentuhan. Dalam hal ini, baik yang melakukan masturbasi hingga
keluar atau menggunakan tangan/bagian tubuh istri, sama-sama batal berpuasa.
Sementara, jika seseorang mimpi basah, maka tidak dikategorikan batal puasa.
Keenam, haid bagi wanita.
Diriwayatkan oleh Aisyah, haid membatalkan puasa, dan wanita yang masih mampu,
wajib menggantinya. “Kami (kaum perempuan) diperintahkan mengganti puasa yang
ditinggalkan, tetapi tidak diperintahkan untuk mengganti shalat yang
ditinggalkan”. (H.R. Muslim)
Ketujuh, nifas atau darah yang
keluar dari kemaluan perempuan setelah melahirkan. Jika ia berpuasa dan
mengeluarkan nifas, berarti puasanya tidak sah.
Kedelapan, gila atau hilang
kewarasan. Seseorang wajib berpuasa jika sudah cukup umur dan waras. Ketika ia
menjadi gila, otomatis kewajiban berpuasa tersebut.
Kesembilan,
murtad atau keluar dari agama Islam. Puasa Ramadhan adalah kewajiban umat
Islam, sehingga ketika ia mengingkari Allah sebagai Tuhan Yang Maha Satu, atau
tidak lagi menganut Islam, kewajban itu terhapus dan puasanya tidak sah..
HAL-HAL YANG BOLEH DIKERJAKAN WAKTU PUASA
- Menyiram air ke atas kepala
pada siang hari karena haus ataupun udara panas, demikian pula menyelam
kedalam air pada siang hari.
- Menta’khirkan mandi junub
setelah adzan Shubuh.
- Berbekam pada siang hari.
- Mencium, menggauli, mencumbu
istri tetapi tidak sampai bersetubuh di siang hari.
- Beristinsyak (menghirup air
kedalam hidung) terutama bila akan berwudhu, asal tidak dikuatkan
menghirupnya.
- Disuntik pada siang hari.
- Mencicipi
makanan asal tidak ditelan.
ADAB-ADAB PUASA
- Menyegerakan berbuka.
- Meneguk air dan berbuka dengan
makanan kecil yang manis –Rosulullah biasa berbuka dengan kurma.
- Makan sebelum sholat magrib. “Apabila
makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib,
janganlah mendahulukan shalat daripada makan malam itu (yang sudah
terhidang)” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
- Makan sahur. “Makan
sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah” (HR.
Al-Bukhary).
- Shalat malam (tarawih). “Rasulullah
saw tidak pernah shalat malam lebih dari sebelas raka’at baik bulan
Ramadhan maupun bulan lainnya, caranya: beliau shalat empat raka’at,
jangan tanya baik dan panjangnya, lalu shalat lagi empat raka’at, jangan
ditanya baik dan panjangnya, lalu shalat tiga raka’at (HR.
Al-Bukhary, Muslim, dan lainnya).
- Berusahalah untuk mencari Lailatul
Qadar pada sepuluh malam terakhir (HR. Muslim).
- Rasulullah Saw mengamalkan i’tikaf pada
sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
- “Janganlah berbuat keji, jangan
berteriak-teriak (bertengkar, marah-marah). Jika seorang memakinya sedang
ia puasa maka hendaklah ia katakan: “Sesungguhnya saya sedang puasa”(HR
Bukhori dan Muslim).
- “Sungguh bau mulut orang yang
sedang puasa itu lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat daripada
kasturi” (HR Bukhori dan Muslim).
- ”Bagi orang yang puasa ada dua
kegembiraan, jika ia berbuka ia gembira dengan bukanya dan bila ia
berjumpa dengan Rabbnya ia gembira karena puasanya” (HR.
Bukhari dan Muslim).
- “Barangsiapa yang tidak
meninggalkan perkataan bohong dan amalan kebohongan, maka tidak ada bagi
Allah hajat (untuk menerima) dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya” (HR.
Jama’ah kecuali Muslim). Maksudnya, Allah tidak merasa perlu memberi
pahala puasanya.
- “Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku” (HR. Muslim). Wallahu a’lam bish-shawab.