Kalimat syahadatain adalah kalimat
yang tidak asing lagi bagi umat Islam. Kita senantiasa menyebutnya setiap hari,
misalnya ketika shalat dan azan. Kalimat syahadatain sering diucapkan oleh umat
Islam dalam pelbagai keadaan. Kita menghafal kalimat syahadah dan dapat
menyebutnya dengan fasih. Namun, demikian sejauh manakah makna kalimat ini
dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari kaum Islam?
Pertanyaan
tersebut perlu dijawab dengan realitas yang ada. Tingkah laku umat Islam yang
terpengaruh dengan budaya jahiliyah atau cara hidup Barat, memberi gambaran
bahwa syahadah tidak cukup memberi pengaruh. Terbukti tidak sedikit dari umat
Islam yang masih melakukan perkara-perkara yang dilarang Allah dan meninggalkan
perintah-Nya, memberi kesetiaan bukan kepada kaum muslimin, atau tidak
mensyukuri sesuatu yang diberikan kepada mereka. Itu adalah contoh dari wujud
seseorang yang tidak memahami syahadah yang dibacanya dan tidak mengerti makna
yang sebenarnya dari syahadah.
Kalimat
syahadah merupakan asas utama dan landasan penting bagi rukun Islam. Tanpa
syahadah, rukun Islam lainnya akan runtuh. Begitu juga dengan rukun iman.
Tegaknya syahadah dalam kehidupan individu akan menegakkan ibadah dan dien
dalam hidup kita. Dengan syahadatain terwujudlah sikap ruhani yang akan
memberikan motivasi kepada tingkah laku jasmaniah dan akal pikiran, serta
memotivasi kita untuk melaksanakan rukun Islam lainnya.
Tegaknya Islam
mesti didahului oleh tegaknya rukun Islam; dan tegaknya rukun Islam mesti
didahului oleh tegaknya syahadah. Rasulullah saw. mengisyaratkan bahwa Islam
itu bagaikan sebuah bangunan. Untuk berdirinya bangunan Islam itu harus
ditopang oleh 5 (lima) tiang pokok, yaitu syahadatain, shalat, saum, zakat, dan
haji ke Baitulllah.
Di zaman Nabi
saw., kalangan masyarakat Arab memahami betul makna syahadatain ini. Terbukti
dalam suatu peristiwa dimana Nabi saw. mengumpulkan para pemimpin Quraisy dari
kalangan Bani Hasyim, Nabi saw. bersabda, “Wahai saudara-saudara, maukah kalian
aku beri satu kalimat, dimana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai
seluruh jazirah Arab?” Kemudian Abu Jahal menjawab, “Jangankan satu kalimat,
sepuluh kalimat berikan kepadaku.” Kemudian Nabi saw. bersabda, “Ucapkanlahlaa
ilaha illa Allah dan
Muhammad Rasulullah.” Abu Jahal pun menjawab, “Kalau itu yang engkau minta,
berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan
Arab.”
Penolakan Abu
Jahal kepada kalimat ini bukan karena dia tidak paham akan makna dari kalimat
itu. Justru sebaliknya. Dia tidak mau menerima sikap yang mesti tunduk, taat,
dan patuh kepada Allah swt. saja Dia sadar betul jika ia bersikap seperti itu,
maka semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal ingin mendapatkan
loyalitas dari kaum dan bangsanya. Penerimaan syahadah bermakna menerima semua
aturan dan segala akibatnya. Penerimaan inilah yang sulit bagi kaum jahiliyah
untuk mengaplikasikan syahadah.
Sebenarnya,
apabila mereka memahami bahwa loyalitas kepada Allah itu juga akan menambah
kekuatan bagi diri mereka. Mereka yang beriman semakin dihormati dan semakin
dihargai. Mereka yang memiliki kemampuan dan ilmu akan mendapatkan kedudukan
yang sama apabila ia sebagai muslim (Abu Jahal adalah tokoh di kalangan Arab
jahiliyah dan ia memiliki banyak potensi, diantaranya ia sebagai Abu Amr (ahli
hukum). Setiap individu yang bersyahadah, maka ia menjadi khalifatullah fil Ardhi.
Kalimat
syahadah mesti dipahami dengan benar karena di dalamnya terdapat makna yang
sangat tinggi. Dengan syahadah, kehidupan kita akan dijamin bahagia di dunia
ataupun di akhirat. Syahadah sebagai kunci kehidupan dan tiang dien (agama
Islam). Oleh karena itu, marilah kita bersama memahami syahadatain ini.
Syahadat adalah Pintu Masuk ke
dalam Islam
Sahnya iman
seseorang adalah dengan menyebutkan syahadatain (berikrar dengan hati, menyatakan dengan lidah dan membuktikan dengan perbuatan). Kesempurnaan iman seseorang
bergantung kepada pemahaman dan pengamalan syahadatain. Syahadatain membedakan
manusia kepada muslim dan kafir. Pada dasarnya setiap manusia telah bersyahadah
Rububiyah (beri'tiqad bahwa Allah Subhanahu wata'ala bersifat Esa, Pencipta, Pemelihara dan Tuhan sekalian alam), di alam arwah, tetapi ini saja belum cukup. Untuk menjadi muslim,
mereka harus bersyahadah Uluhiyah (menjadikan Allah Subhanahu wata'la saja sebagai sembahan yang senantiasa dipatuhi) dan syahadah Risalah di dunia.
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِينَ
بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا
جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ
أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ
وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ
قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى
فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ
أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
اللَّهِ حِجَابٌ
Rasulullah
bersabda kepada Muadz bin Jabal saat mengutusnya ke penduduk Yaman, “Kamu akan
datang kepada kaum ahli kitab. Jika kamu telah sampai kepada mereka, ajaklah
mereka agar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.
Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, beritakan kepada mereka bahwa Allah telah
mewajibkan kepada mereka lima shalat setiap siang dan malam. Jika mereka
mentaatimu dalam hal itu beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan
sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan
dikembalikan kepada orang-orang miskin. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu,
hati-hatilah kamu terhadap kemuliaan harta mereka dan waspadalah terhadap
doanya orang yang dizalimi, sebab antaranya dan Allah tidak ada dinding
pembatas.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berikut ini
pernyataan Rasulullah saw. tentang misi Laa
ilaha illallah dan
kewajiban manusia untuk menerimanya.
Dari Abdullah
bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
فَإِذَا فَعَلُوا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا
وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat. Jika mereka telah melakukan hal itu, terperiharalah darah dan harta
benda mereka kecuali dengan haknya, sedangkan hisab mereka kepada Allah.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Pentingnya
mengerti, memahami, dan melaksanakan syahadatain. Manusia berdosa akibat
melalaikan pemahaman dan pelaksanaan syahadatain.
“Maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah
dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki
dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu
tinggal.” [QS. Muhammad (47): 19].
Kalimat “dan mohonlah ampunan bagi
dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” menunjukan bahwa ketidakkonsistenan
sikap seseorang dengan pernyataan tauhidnya (Laa
ilaaha illallah) adalah perbuatan dosa. Karena pernyataan tersebut
pada hakikatnya adalah pernyataan ikrar kecintaan, ketaatan, dan rasa takut
hanya kepada Allah semata. Maka, bila seseorang muslim tidak menunaikan shalat,
tidak menutup aurat, dan atau terlibat dalam pergaulan bebas antar lawan jenis,
hal itu merupakan sikap tidak konsisten dengan pernyataan Laa ilaaha illallah.
Karena dengan sikap seperti itu, cinta, taat, dan rasa takutnya tidak diarahkan kepada
Allah, tetapi kepada hawa nafsunya sendiri.
Manusia
menjadi kafir karena menyombongkan diri terhadap Laa ilaha illallah dan tidak mau mengesakan Allah.
“Sesungguhnya
mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa
ilaaha illallah” (tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan
Allah), mereka menyombongkan diri.” [QS. As-Shaffat (37): 35].
Yang dimaksud
menyombongkan diri ketika diperdengarkan kalimat ”Laa
ilaaha illallah” tidak semata-mata karena tidak mau mengucapkan
atau mendengarkannya, tetapi yang yang dimaksud adalah substansinya, yaitu
hanya taat, takut dan cinta kepada
Allah. Karena itu kesombongan diri dalam ayat ini maksudnya adalah sikap tidak
mau taat dan tunduk kepada perintah Allah, seperti tidak mau mengerjakan
shalat, tidak menutup aurat, tidak menjauhi pergaulan bebas, berkhalwat dengan
yang bukan mahramnya, dan sebagainya.
Yang dapat
bersyahadat dalam arti sebenarnya adalah hanya Allah, para malaikat, dan
orang-orang yang berilmu, yaitu para nabi dan orang yang beriman kepada mereka.
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
yang menegakkan keadilan; para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu): tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Ali Imran (3): 18].
Manusia
bersyahadah di alam arwah sehingga fitrah manusia mengakui keesaan Allah. Ini
perlu disempurnakan dengan syahadatain sesuai ajaran Islam.
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman),
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mMereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan).” [QS. Al-A’raf (7): 172].
Syahadat adalah Ringkasan
Ajaran Islam
Pemahaman
muslim terhadap Islam bergantung kepada pemahamannya terhadap syahadatain.
Sebab, seluruh ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat yang sederhana ini.
Rukun لا إله إلا الله
Kalimat la ilaha illaallah memiliki 2 rukun yaitu
النَّفْيُ (meniadakan) dan الإِثْبَاتُ (menetapkan). Yang dimaksud dengan
“meniadakan” adalah menjauhi sesembahan selain Allah baik Malaikat yang dekat
dengan-Nya atau pun para Nabi dan Rasul yang diutus. Sedangkan yang dimaksud
dengan “menetapkan” adalah menetapkan sesembahan yang benar hanya milik Allah
semata. Adapun sesembahan yang lain semuanya sesembahan yang batil. Hal ini
sebagaiman firman Allah yang artinya :
“Demikianlah (kebesaran Allah) karena Allah Dialah
(Tuhan) yang Hak (benar). Dan apa saja yang mereka seru selain Dia, itulah yang
batil.” (QS. Al – Hajj: 62).
Syarat-syarat la ilaha illallah
Setiap ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala tidak
akan diterima kecuali dengan memenuhi syarat-syaratnya, seperti sholat dan
zakat tidak akan diterima kecuali memenuhi syarat-syaratnya, demikian juga
dengan kalimat la ilaha illallah tidak akan diterima kecuali seorang hamba
menyempurnakan syarat-syaratnya.
Seorang Tabi’in yang bernama Wahb Ibnu Munabbih pernah
ditanya,
“Bukankah kunci surga itu kalimat la ilaha illallah?
maka beliau menjawab ya, akan tetapi tidaklah disebut kunci kecuali ia memiliki
gigi-gigi, jika kamu membawa kunci disertai gigi-giginya maka pintu tersebut
akan terbuka, akan tetapi apabila tidak memiliki gigi-gigi maka pintu tersebut
tidak akan terbuka.” [Ibnu rajab dalam kitab beliau kalimat ikhlas hal:14].
Beliau menjelaskan syarat la ilaha illlallah ibarat
gigi-gigi kunci.
Syarat la ilaha illallah ada 7 yaitu,
1. Al–Ilmu, yaitu mengetahui makna la ilaha illallah,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya;
“kecuali orang yang mengakui kebenaran dan mereka
mengetahuinya.” [QS. Az-Zukhruf: 86].
Berkata para ulama tafsir :
”mengakui kebenaran maksudnya mengakui kebenaran
kalimat la ilaha illallah, dan mengetahuinya maksudnya memahami dengan benar
apa yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka yaitu tentang kalimat la ilaha
illallah.”
2. Al–Yaqiin, yaitu meyakini makna la ilaha illallah
tanpa ada keraguan sedikit pun, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah
mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak
ragu-ragu.”[QS. AL-Hujuraat: 15].
3. Al-Ikhlas, Yaitu memurnikan seluruh ibadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’la dan menjauhi kesyirikan, baik syirik besar maupun syirik kecil, Allah subhanahu wa ta’la berfirman yang artinya:
“Maka beribadahlah kepada Allah dengan tulus, ikhlas
beragama kepada-Nya. Ingatlah! Hanya muilik Allah agama yang murni.” [QS.
Az-Zumar; 2-3]
4. Ash-Shidqu yaitu jujur, maksudnya adalah mengucapkan kalimat ini dengan pembenaran di dalam hati. Barang siapa yang mengucapkan kalimat ini dengan lisannya akan tetapi hatinya mendustakannya maka ia adalah seorang munafik dan pendusta. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:<
“Dan di antara manusia ada yang berkata: kami beriman
kepada Allah dan hari Akhir padahal sesungguhnya mereka bukanlah orang-orang
yang beriman, mereka menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya
menipu diri mereka sendiri tanpa mereka sadari.” [QS. Al-Baqarah: 8-9]
5. Al–Mahabbah (cinta), maksudnya mencintai kalimat
ini dan apa yang dikandungnya, sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-imron
ayat ke 31 yang artinya: “…Dan antara manusia ada yang menyembah tuhan selain
Allah sebagai tandingan, yang mereka cinta seperti mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah…,
6. Al-Inqiyaad, yaitu tunduk dan patuh. Seorang muslim
harus tunduk dan patuh terhadap isi kandungan kalimat ini, sebagaimana firman
Allah yang artinya:
“Dan kembalilah kepada rabbmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong.”
(QS. Az–Zumar: 54)
7. Al-Qobuul, yaitu menerima kandungan dan konsekuensi
dari kalimat ini, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah yang artinya:
“Sungguh, dahulu apabila dikatakan kepada mereka: la
ilaha illallah, mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata:“Apakah kami
harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair yang gila”.(QS.
Ash-Shoofaat: 35-36).
Hal ini menunjukkan mereka tidak mau menerima la ilaha
illallah.
Inilah 7 syarat kalimat لاَ إِلهَ إِلَّا الله yang
harus dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim, tidak hanya sekedar
menghapalnya saja, akan tetapi hendaknya diiringi dengan amal perbuatan dalam
kehidupan sehari-hari.
.
Ada 3 hal prinsip syahadatain :
A. Pernyataan Laa ilaha illallah merupakan penerimaan penghambaan atau
ibadah kepada Allah saja. Melaksanakan minhajillah (way of life yang ditetapkan Allah) merupakan
ibadah kepada-Nya.
B. Menyebut Muhammad Rasulullah merupakan
dasar penerimaan cara penghambaan itu dari Muhammad saw. Dan Rasulullah adalah tauladan dalam
mengikuti Manhaj Allah.
C. Penghambaan kepada Allah meliputi
seluruh aspek kehidupan. Ia mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan
dirinya sendiri, dan dengan masyarakatnya.
Makna Laa
ilaha illa Allah adalah penghambaan kepada Allah [QS. Al-Anbiya’ (21): 25], dan
Rasul diutus dengan membawa ajaran tauhid.
“Hai manusia,
sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah (2): 21].
Manusia
diciptakan untuk menghambakan dirinya kepada Allah semata.
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” [QS.
Az-Dzariyat (51): 56].
Dan kami tidak
mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya,
“Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku.” [QS. Al-Anbiya’ (21): 25].
Muhammad saw. adalah tauladan dalam setiap aspek
kehidupan [QS. Ali Imran (3): 31], dan aktifitas hidup orang yang beriman
kepada Allah, hendaknya mengikuti ajaran Muhammad saw.
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah.” [QS. Al-Ahzab (33): 21].
Meneladani
Rasulullah menjadi parameter keimanan dan kecintaan seseorang kepada Allah.
Bukti cinta kepada Allah adalah dengan mengikuti ajaran
Rasulullah saw.
Katakanlah,
“Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS.
Ali Imran (3): 31].
Seluruh aktivitas hidup manusia secara
individu, masyarakat dan negara mesti ditujukan kepada mengabdi Allah swt.
saja.
“Katakanlah:
Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162).
Islam adalah
satu-satunya syariat yang diridhai Allah dan tidak dapat dicampur dengan
syariat lainnya.
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang
yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap
ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” [QS. Ali
Imran (3): 19].
“Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
[QS. Ali Imran (3): 85].
“Kemudian kami
jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu),
maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidak mengetahui.” [QS. Al-Jatsiyah (45): 18].
“Dan bahwa
(yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalannya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
agar kamu bertakwa.” [QS. Al-An’am (6): 153].
Syahadat adalah Dasar Sebuah
Perubahan
Syahadatain
mampu mengubah manusia dalam aspek keyakinan, pemikiran, maupun jalan hidupnya.
Perubahan itu juga meliputi berbagai aspek kehidupan manusia secara individu
atau masyarakat.
Ada perbedaan
penerimaan syahadatain pada generasi pertama umat Muhammad dengan generasi
sekarang. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan derajat kepahaman terhadap
makna syahadatain secara bahasa dan pengertian, dan sikap konsisten terhadap
syahadah tersebut dalam pelaksanaan ketika menerima maupun menolak.
Umat terdahulu
langsung berubah ketika menerima syahadatain. Sehingga mereka yang tadinya
bodoh menjadi pandai, yang kufur menjadi beriman, yang bergelimang dalam
maksiat menjadi takwa dan abid, yang sesat mendapat hidayah. Masyarakat yang
tadinya bermusuhan menjadi bersaudara di jalan Allah.
Syahadatain
dapat merubah masyarakat dahulu, maka syahadatain pun dapat mengubah umat
sekarang menjadi baik.
Penggambaran
Allah tentang perubahan yang terjadi pada para sahabat Nabi, yang dahulunya
berada dalam kegelapan jahiliyah kemudian berada dalam cahaya Islam yang
gemilang.
“Dan apakah
orang yang sudah mati (maksudnya ialah orang yang telah mati hatinya yakni
orang-orang kafir) kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya
yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah
masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap
gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah kami
jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” [QS.
Al-An’am (6): 122].
Perubahan
individu contohnya terjadi pada Mush’ab bin Umair yang sebelum mengikuti dakwah
Rasul merupakan pemuda yang paling terkenal dengan kehidupan yang glamour di
kota Mekkah. Tetapi setelah menerima Islam, ia menjadi pemuda sederhana yang
dai, duta Rasul untuk kota Madinah, kemudian menjadi syuhada Uhud. Saat
syahidnya, Rasulullah membacakan ayat ini.
“Di antara
orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya).”
[QS. Al-Ahzab (33): 23].
Reaksi
masyarakat Quraisy terhadap kalimat tauhid [QS. Al-Buruuj (85): 6-10], reaksi
musuh terhadap keimanan kaum mukminin kepada Allah [QS. Al-Kahfi (18): 2],
musuh memerangi mereka yang konsisten dengan pernyataan Tauhid [QS. Al-Anfal
(8): 20].
Sesungguhnya
mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah
melainkan Allah), mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata, “Apakah kami
harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?”
Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan
rasul-rasul (sebelumnya). [QS. As-Shaffat (37): 35-37].
“Ketika mereka
duduk di sekitarnya. Sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap
orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu
melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha
Menyaksikan segala sesuatu. Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan
kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak
bertaubat, maka bagi mereka azab Jahannam dan bagi mereka azab (neraka) yang
membakar.” [QS. Al-Buruj (85): 6-10].
“Sebagai
bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi
Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan
amal shalih, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.” [QS. Al-Kahfi
(18): 2].
“Dan
(ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu
untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan
tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas
tipu daya.” [QS. Al-Anfal (8): 30].
Syahadat adalah Hakikat Dakwah
Para Rasul
Setiap rasul,
semenjak Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad saw., membawa misi dakwah yang satu,
yaitu syahadah. Apa yang diwahyukan kepada Rasulullah sama dengan apa yang
diwahyukan kepada nabi-nabi sebelumnya. Allah berfirman,
“Sesungguhnya
kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah memberikan wahyu
kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah memberikan wahyu
(pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub,
Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami berikan Zabur kepada Daud.” [QS.
An-Nisa’(4): 163].
Mereka semua
mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah semata dan hanya menyembah
kepada-Nya. Seperti yang diserukan Nuh a.s. kepada kaumnya.
Sesungguhnya
kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata, “Wahai kaumku,
sembahlah Allah. Sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau
kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).” [QS. Al-A’raf (7): 59].
Nabi Ibrahim
berdakwah kepada masyarakat untuk membawa mereka menuju kepada pengabdian Allah
saja serta membebasakan diri dari kesyirikan.
Sesungguhnya
telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengannya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali
perkataan Ibrahim kepada bapaknya, “Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan
bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”.
(Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan
hanya kepada Engkaulah kami bertaubat, dan hanya kepada Engkaulah kami
kembali.” [QS. Al-Mumtahanah (60): 4].
(Catatan: Nabi
Ibrahim pernah memintakan ampunan bagi bapaknya yang musyrik kepada Allah: Ini
tidak boleh ditiru, karena Allah tidak membenarkan orang mukmin memintakan
ampunan untuk orang-orang kafir. Lihat surat An-Nisa ayat 48).
Para nabi
membawa dakwah bahwa ilah yang satu yaitu Allah saja.
Katakanlah,
“Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku
bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan
janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” [QS.
Al-Kahfi (18): 110].
Syahadat adalah Kalimat dengan
Ganjaran Yang Besar
Banyak
ganjaran yang diberikan oleh Allah dan dijanjikan oleh Nabi Muhammad saw. Di
antaranya seseorang akan dimasukkan ke dalam surga dan dikeluarkan dari neraka
seperti sabda Rasulullah saw.
عَنْ
عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ
وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ
حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ
الْعَمَلِ
Ubadah bin
Shamit meriwayatkan dari Nabi saw., beliau bersabda, “Barangsiapa mengatakan
tiada ilah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah
utusan-Nya dan Rasul-Nya, bahwa Isa adalah hamba dan utusan-Nya, kalimat-Nya
yang dicampakkan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah hak
serta neraka itu hak. Allah akan memasukkannya ke surga, apapun amal
perbuatannya.” (Bukhari).
عَنْ
أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَخْرُجُ مِنْ
النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ
مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي
قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ وَيَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ
Dari Anas,
Nabi saw. bersabda, “Keluar dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah dan di hatinya ada seberat rambut
kebaikan. Keluar dari neraka orang yang mengucapkan la ilaha illallah sedang di
hatinya ada seberat gandum kebaikan. Dan keluar dari neraka orang yang
mengatakan la
ilaha illallah sedang di hatinya ada seberat zarrah kebaikan.”
(Bukhari).
Orang yang
mengikrarkan syahadat akan mendapatkan syafaat Rasulullah di hari Kiamat.
Seperti sabda beliau,
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ
بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا
الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
Abu Hurairah
berkata, Rasulullah saw. ditanya, “Siapakah orang yang paling berbahagia dengan
syafaatmu di hari Kiamat?” Rasulullah saw. bersabda, “Aku telah mengira, ya Abu
Hurairah, bahwa tidak ada seorang pun yang tanya tentang hadits ini yang lebih
dahulu daripada kamu, karena aku melihatmu sangat antusias terhadap hadits.
Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari Kiamat adalah yang
mengatakan la
ilaha illallah secara
ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (Bukhari).
Himbauan Penulis
Kalimat syahadat adalah
kalimat utama bagi pemeluk agama Islam. Dengan kalimat ini akan bisa
diperkirakan apakah agama Islam akan semakin mundur atau sebalinya. Kalimat
syahadat sangat mudah diucapkan oleh siapa saja, baik oleh anak kecil yang
sudah bisa berbicara sampai dengan orang tua yang bisa mendengar dan membaca,
tidak peduli apa pun agama mereka.
Apakah dengan bersyahadat
seseorang dapat dikatakan sudah menjadi pemeluk agama Islam ? menurut hemat
saya belum tentu. Inilah tugas berat para pendakwah dan alim ulama. Janganlah
berpuas diri dengan melihat seseorang mengucapkan syahadat kemudian kita
mengatakan bahwa dia adalah seorang muslim. Bahkan bagi kita sendiri yang sudah
beragama Islam dan mengucapkan syahadat setiap kita melaksanakan sholat, perlu
melakukan introspeksi diri. Apakah syahadat yang kita ucapkan tersebut, sudah
tertanam kuat disanubari kita dan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari ?
Jika belum .... marilah kita meningkatkan kualitas pengamalan kalimat syahadat
tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita benar-benar yakin bahwa
Allah swt adalah zat tempat kita mengadukan segala gundah gulana dan risau
hati. Bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu’alaihi wassallam adalah Nabi terakhir
yang menuntun manusia ke jalan kebenaran.
Tugas para orang tua muslim lah
untuk memberitahu kepada anak-anak dan keluarganya pemahaman kalimat syahadat
dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Serta tugas guru dan para
pendakwah Islam untuk menuntun murid dan umatnya agar melaksanakan serta
mengamalkan kalimat syahadat dengan sungguh-sungguh. Dan juga tugas pemerintah,
lembaga atau pun media sosial atau siapa saja, untuk menggalakkan pengajaran
tentang pemahaman kalimat syahadat. Sehingga Islam menjadi agama rahmatan lil’alamin
bagi pemeluknya, bangsa, negara dan dunia secara keseluruhan.