BANYAKNYA RAKYAT MENJADI KORBAN DI TIMUR TENGAH AKIBAT AMBISI KEKUASAAN


xxxxxx
xxxxxx
xxxxxx

Para pemimpin negara dan umat islam perlu merenungkan kembali sabda Rasulullah Dalam Shahih Bukhari no. 7148 dari Abu Hurairah Ra bahwasanya beliau bersabda, "Kalian akan berambisi atas kekuasaan dan akan menjadi penyesalan pada hari kiamat...".

Benarkah hijrahnya rasulullah ke Yasrib karena ingin berkuasa dan menegakkan daulah disana?

Seorang pakar sejarah Islam, Qomaruddin Basyuni pernah mengisahkan, ketika itu Muawiyah yang menjadi Wali (Gubernur) di Syam mengajukan proposal kepada khalifah Umar bin Khatab untuk melakukan ekspansi ke Eropa. Namun sang khalifah menolak rencana tersebut dengan alasan nyawa seorang muslim lebih berharga dari pada daratan Eropa dan seluruh kekayaan alamnya. Akhirnya, rencana itu urung dilaksanakan, namun ketika Mu’awiyah menjadi khalifah, rencana tersebut dilaksanakannya.

Ketahuilah, bahwa ambisi terhadap kehormatan sangat membahayakan pelakunya, ia akan menghalalkan segala macam cara dalam usahanya mencapai tujuan, dan juga sangat membahayakan orang-orang disekelilingnya ketika telah mendapatkan kehormatan di dunia. Ia akan mempertahankan statusnya meskipun harus melakukan kezhaliman, kesombongan, kebohongan dan kerusakan-kerusakan yang lain sebagaimana dilakukan oleh penguasa yang zalim saat ini maupun pada masa terdahulu.

Rasulullah Saw juga memperingatkan mereka yang sedang berkuasa yang lari dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyat dan tidak bekerja untuk kepentingan rakyatnya, dengan sabda beliau, "Siapa yang diberikan Allah kekuasaan mengurus urusan kaum Muslimin, kemudian ia tidak melayani mereka dan keperluan mereka, maka Allah tidak akan memenuhi kebutuhannya.” (Riwayat Abu Daud).

Hadits-hadits yang ada lebih banyak menggambarkan pahitnya menjadi pemimpin ketimbang manisnya. Sedang mereka (Rasul dan para sahabat) adalah generasi yang lebih mengutamakan kesenangan ukhrowi daripada kenikmatan duniawi. Itulah yang dapat ditangkap dari keberadaan mereka.

Para pemburu kekuasaan itu beralasan, jika kepemimpinan itu tidak direbut, maka ia akan dipegang oleh orang-orang fasik dan tangan tak amanah yang akan menyebarkan kemungkaran dan maksiat. Tapi jika ia dipegang oleh orang soleh dan beriman, akan dapat mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat luas. Alasan ini memang indah kedengarannya.

Namun kenyataannya, semua yang berebut jabatan mengklaim bahwa ia lebih baik dari yang sedang memimpin. Dan tidak ada yang dapat memberi jaminan bahwa jika ia memimpin, keadaan akan menjadi lebih baik.

Kemudian merekapun menyiapkan alasan-alasan pembelaan; antara lain, merubah sesuatu tak bisa sekejap mata, tetapi harus bertahap, menilai sesuatu tak boleh hitam-putih, apa yang ada sekarang sudah lebih baik dari masa sebelumnya.

Tengoklah perjuangan muslimin di timur tengah. Para aktivis muslim memiliki idealisme tinggi untuk dapat merubah sistem dalam pemerintahannya. Namun hingga saat ini, belum tampak hasil yang signifikan dalam mencapai target yang dimaksud.

Kita semua salut dengan semangat para mujahidin yang gigih ingin membela saudara-saudara seiman di Suriah yang terdhalimi akibat kediktatoran dari rezim yang ingin menghanguskan kelompok tertentu yang mereka anggap berbahaya.

Namun yang perlu dicermati dan direnungkan bersama adalah apakan dengan turun ke medan tempur, menggulingkan kekuasaan rezim yang berkuasa dan menggantinya dengan sistem baru dengan menggunakan cara militer dan kudeta akan memperkecil masalah atau justru malah menimbulkan masalah baru yang lebih besar?

Sudah saatnya umat islam kembali kepada syariat agama Islam. Semua pihak, baik rezim,oposisi, maupun pihak pihak terkait harus rela tunduk dan patuh kepada ketentuan agama untuk sadar sepenuhnya bahwa yang diperjuangkan bukan golongan dan pribadi namun bagi seluruh rakyat di negara tersebut.

Semua pihak harus menghindarkan diri dari fitnah perebutan kekuasaan karena hal itulah yang akan mencelakaan pelakunya dan orang-orang disekitarnya. Sudah jelas, dalam setiap konflik yang terjadi, rakyat tak berdosa yang menjadi korban dan menanggung akibatnya.

Kita sebagai Muslim sama-sama meyakini bahwa syariat islam mampu menjawab tantangan jaman, menyelesaikan segala problematika umat dan menjawab tantangan segala jaman, dari dulu hingga hari kiamat.

Ditengah-tengah keterpurukan sistem kapitalisme dan hancurnya ideologi sosialisme, maka Islamlah yang harus tampil memimpin dunia, menjadi khalifah bagi semua makhluk yang akan memberikan kesejahteraan dan kemanan bagi seluruh alam raya.

Yang diperlukan sekarang adalah seorang Imaamul Muslimin (Khalifah) yang menjadi penengah dalam konflik ini. Seperti yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam menyelesaikan konflik dalam tubuh umat. 

PBB rasanya sudah tidak punya kredibilitas dimata masyarakat internasional karena ketidaktegasannya menghukum negara-negara adikuasa dan sekutu-sekutunya dalam konflik di suatu negara.

Umat Islam perlu berkaca kepada pemimpin di suatu negara yang dilengserkan dari kekuasaannya, tetapi tidak ingin mengajak rakyatnya untuk melakukan perang saudara. sebagaimana yang disebutkan Bung Karno dari Indonesia, dalam pidatonya bahwa “kekuasaan seorang presiden ada batasnya, hanya kekuasaan rakyat yang langgeng dan di atas itu semua ialah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” 

Bung Karno tidak dendam dengan pelengseran tersebut dan tidak melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan jabatan atau merebutnya kembali. Inilah yang perlu dicontoh oleh para pemimpin dunia.

Korban Konspirasi

Dalam Al Qur’an, Allah swt mengingatkan tentang konspirasi jahat Yahudi dan Nasrani dalam menghancurkan umat Islam.

Allah Swt berfirman, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al Baqarah : 120).